Waktu itu umurku 11 tahun
umur yang sangat muda bahkan boleh dikatakan masih anak-anak untuk mengetahui
mengenai hubungan sex atau bersenggama, mendengar kata itupun aku tidak pernah dan memang
sebelum kejadian itu aku tidak pernah tahu mengenai masalah sex apalagi
berhubungan sex dengan lawan jenisku. Tetapi karena kejadian itulah yang
menjadi awal hidupku dalam bersex, aku langsung melakukan, merasakan dan mengetahui
hubungan sex dan kenikmatannya sampai sekarang.
Seperti hari-hari biasanya
sepulang dari sekolah aku pasti langsung keluar bermain sehabis makan siangku,
waktu itu aku dan dua teman laki-lakiku serta satu teman
perempuan, sebut saja namanya Awal, Nono dan Ana pergi bermain ke rumah salah satu
teman perempuan kami yang masih satu lorong dengan kami namanya Tari.
Diantara kami berlima hanya
Ana yang mempunyai postur tubuh yang seperti orang dewasa, maksud saya seperti
sudah berumur 16 tahun padahal umurnya baru 13 tahun, lebih tua dua tahun dari
kami berempat. Rumah Tari berada paling dalam di lorong kami kira-kira 6 rumah
dari rumahku. Aku, Awal, Nono dan Ana berjalan menyusuri lorong kami menuju
rumah Tari yang berada paling belakang. Kamipun tiba didepan rumah Tari tetapi
rumah itu kelihatan sepi tidak seperti biasanya terdengar keras suara tape yang
diputar oleh ibu Tari. Akupun mulai membuka pintu halaman dan masuk
ke halaman diikuti Ana, Nono dan Awal.
“Tari.. Tari..”, teriak Ana
mencoba memanggil.
“Klek.. klok”, terdengar suara kunci pintu depan dibuka dan keluarlah seorang wanita dari pintu itu.
“Mari, cari Dik Tari ya?”, tanya wanita itu yang ternyata adalah Wati, pembantu di rumah itu.
“Klek.. klok”, terdengar suara kunci pintu depan dibuka dan keluarlah seorang wanita dari pintu itu.
“Mari, cari Dik Tari ya?”, tanya wanita itu yang ternyata adalah Wati, pembantu di rumah itu.
Tak lama kemudian dari
belakang Wati muncul Tari sambil memegang sebuah gelas berisi air.
“Ayo naik”, Tari menyuruh kami naik ke teras rumah.
“Kok sepi”, kataku.
“Mama dan Papaku lagi ke luar kota selama 2 hari”, jawab Tari.
“Ayo naik”, Tari menyuruh kami naik ke teras rumah.
“Kok sepi”, kataku.
“Mama dan Papaku lagi ke luar kota selama 2 hari”, jawab Tari.
Mungkin karena udara siang
itu gerah sekali maka Tari hanya memakai baju kaos kutang(mini size) dan rok
pendek berwarna biru sehingga kulitnya yang putih dan mulus
itu hampir kelihatan seluruhnya kalau payudaranya sih belum ada, ada sih tetapi
‘BaTuTe’ alias ‘Baru Tumbuh Tete’ namanya juga masih anak-anak pantas saja
kalau ia berani hanya memakai pakaian seadanya itu. Tari memang mempunyai wajah dan postur
tubuh yang sangat feminin dibanding dengan Ana.
Tari sudah tahu kami datang
kerumahnya untuk bermain, Taripun masuk kedalam rumah dan kemudian
keluar dengan membawa segala macam permainan yang akan kami pakai bermain. Lalu
Watipun keluar membawa satu ceret berisi sirop dan lima
gelas kosong dan diletakkannya diatas meja teras.
“Kalau ada yang haus ini
minumnya aku taruh disini”, yang kemudian masuk kedalam meninggalkan kami yang
sudah asyik bermain dengan permainan kami masing-masing.
“Dik Tari aku ke tetangga depan dulu ya..”, kata wati yang sudah berada dibawah halaman.
“Jangan lama ya Kak Wati! Kalau mereka semua sudah pulang aku sendirian”, kata Tari kepada pembantunya itu, yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Wati dan langsung keluar dari halaman dan menghilang.
Kamipun semakin asyik dan bebas bermain dirumah yang penghuninya tinggal Tari sendiri.
“Dik Tari aku ke tetangga depan dulu ya..”, kata wati yang sudah berada dibawah halaman.
“Jangan lama ya Kak Wati! Kalau mereka semua sudah pulang aku sendirian”, kata Tari kepada pembantunya itu, yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Wati dan langsung keluar dari halaman dan menghilang.
Kamipun semakin asyik dan bebas bermain dirumah yang penghuninya tinggal Tari sendiri.
Karena capek atau mungkin
juga bosan akupun berhenti bermain dan menuju meja tempat air sirop yang
disediakan Wati tadi sebelum pergi meninggalkan kami. Aku menumpahkan sirop itu
kedalam gelasku dan meminumya dengan perasaan haus kemudian
aku berbaring dilantai teras itu. Rupanya Tari, Ana, Awal dan Nono
melihatku berhenti bermain merekapun ikut berhenti dan mengambil
minum, sama seperti aku lalu beristirahat. Awal dan Nono
ikut-ikutan berbaring di sampingku sementara Tari dan Ana
duduk di kursi teras sambil berbincang-bincang ringan.
“Bagaimana kalau kita
nonton video sambil beristirahat, nanti sebentar selesai nonton baru kita
lanjut bermain lagi?”, kata Ana kepada kami.
Ide Ana itu akhirnya kami setujui bersama, lalu kami berlima bergegas masuk kedalam rumah menuju ke ruang tengah tempat televisi berada.
“Mau putar film apa ya..?”, tanya Tari kepada kami sambil membuka lemari tempat penyimpanan kaset videonya.
“Film kartun ada Tar?”, tanya Nono.
“Aduh baru kemarin sepupuku datang untuk meminjam film itu”, jawab Tari.
“Bagaimana kalau film perang atau detektif saja”, kata Awal asal.
“Oh kalau itu banyak disini, Papaku suka nonton film perang tetapi yang mana ya..?”, sambil menarik kemudian melihat satu-persatu kaset video yang ada didalam lemari itu dibantu oleh Ana.
Ana memang paling suka nonton video dirumahnya jadi urusan memilih film kami serahkan pada dia.
“Bagaimana kalau yang ini”, seru Ana sambil mengangkat sebuah kaset berwarna merah.
Setelah aku melihatnya dari dekat kemudian membaca dan melihat gambarnya ternyata film ‘James Bond(007)’ yang setahu aku terkenal dengan adegan-adegan adu tembaknya dan kejar-kejaran dengan mobil. Film itu juga terkenal atau lagi trend pada waktu itu.
“Aku pernah nonton ini sebagian dirumahku, aku jamin pasti tegang”, kata Ana pada kami sambil menyerahkan kaset video itu kepada Tari untuk diputarkan.
Ide Ana itu akhirnya kami setujui bersama, lalu kami berlima bergegas masuk kedalam rumah menuju ke ruang tengah tempat televisi berada.
“Mau putar film apa ya..?”, tanya Tari kepada kami sambil membuka lemari tempat penyimpanan kaset videonya.
“Film kartun ada Tar?”, tanya Nono.
“Aduh baru kemarin sepupuku datang untuk meminjam film itu”, jawab Tari.
“Bagaimana kalau film perang atau detektif saja”, kata Awal asal.
“Oh kalau itu banyak disini, Papaku suka nonton film perang tetapi yang mana ya..?”, sambil menarik kemudian melihat satu-persatu kaset video yang ada didalam lemari itu dibantu oleh Ana.
Ana memang paling suka nonton video dirumahnya jadi urusan memilih film kami serahkan pada dia.
“Bagaimana kalau yang ini”, seru Ana sambil mengangkat sebuah kaset berwarna merah.
Setelah aku melihatnya dari dekat kemudian membaca dan melihat gambarnya ternyata film ‘James Bond(007)’ yang setahu aku terkenal dengan adegan-adegan adu tembaknya dan kejar-kejaran dengan mobil. Film itu juga terkenal atau lagi trend pada waktu itu.
“Aku pernah nonton ini sebagian dirumahku, aku jamin pasti tegang”, kata Ana pada kami sambil menyerahkan kaset video itu kepada Tari untuk diputarkan.
Kamipun mencari posisi
masing-masing diruangan itu untuk menonton film tersebut sementara Tari sibuk
menyetel-nyetel video dan televisinya, aku melihat Awal duduk diatas
sofa sambil mengangkat kakinya satu yang tanpa dia sadari penisnya keluar
sedikit dari samping celananya karena hanya memakai celana pendek dan tidak
mengenakan celana dalam sama seperti saya, Nono dan anak
laki-laki seumur kami di daerahku, sementara Nono mengambil posisi tiarap di
lantai persis di depan sofa tempat awal duduk. Taripun mundur ketika film sudah
mulai bermain dan duduk bersila di sofa panjang tempat Ana sedang
tiarap dengan posisi melipat kakinya kedepan sehingga roknya terangkat dan celana
dalamnya dapat terlihat dengan jelas olehku karena aku duduk tepat dibelakang
sofa Tari
dan Ana, aku memang berada paling belakang dari mereka berempat
kira-kira satu meter jaraknya dari depan televisi.
Adegan pertama dari film
itu sudah seru sekali kami lansung tegang menyaksikannya, adegan tembak menembak dan saling
kejar dengan mobil membuat kami kadang berteriak dan sesekali
menahan napas, pokoknya seru sekali. Tanpa sengaja aku melihat kearah Tari yang
lagi duduk bersila sambil memegang sebuah gelas panjang dan diletakkan
ditengah kedua belah pahanya, apabila ada adegan yang tegang gelas itu dijepit
erat sekali oleh kedua pahanya dan menekan turun gelas itu, aku jadi ketawa
sendiri melihat kelakuan Tari itu, bukan karena pikiranku ngeres tapi karena
aku membayangkan seandainya gelas itu tiba-tiba pecah dan dia
kaget.
Akhirnya sampailah pada
salah satu adegan yang juga tak kalah menariknya dari adegan-adegan adu tembak,
ternyata film itu ada adegan ranjangnya, ditambah lagi film ini tidak memakai
teks bahasa Indonesia seperti film asing lain yang telah melalui sensor
sehingga adegan yang kami lihat betul-betul full sex untuk ukuran anak seusia
kami. Prianya bertelanjang bulat hanya penisnya saja yang tidak kena kamera
(shoot), namun wanitanya hampir kelihatan semuanya hanya vaginanya yang
sesekali terhalang oleh suatu benda.
Keadaan diruangan itu
menjadi sunyi ketika adegan panas itu berlangsung beda pada waktu adegan
sebelumnya kami kadang harus mengeluarkan teriakan karena tegang.
Kini kami semua terdiam hanya suara desahan dan rintihan yang terdengar dari dalam
televisi serta suara napas kami yang saling memburu tidak menentu menyaksikan
adegan panas di film itu.
Perasaanku menjadi panas
dingin tak menentu, penisku mulai ereksi, beberapa kali terpaksa aku memasukan
tanganku ke dalam celana untuk memperbaiki posisi penisku yang semakin kuat
berereksi, lagipula akukan berada pada posisi paling belakang dari teman-temanku dan tertutup
oleh sofa tempat Tari dan Ana, jadi tidak ada yang bisa melihat
pikirku, justru aku yang dapat dengan leluasa mengamati mereka berempat dari
belakang.
Aku melihat Awal sudah
menurunkan kakinya satu yang tadi berada diatas sofa, kini kedua pahanya
dirapatkan mungkin ia sedang menjepit juga penisnya yang sedang
ereksi. Sedangkan
Nono yang masih tiarap di lantai walaupun dilihat sepintas tidak melakukan
aktivitas tetapi dari tempatku, aku amati dengan jelas pantatnya sesekali bergoyang-goyang
kecil menekan kebawah seperti ingin menghancurkan lantai yang berada dibawahnya dan Ana
kini telah berubah posisi, ia sudah tidak tiarap lagi diatas sofa tetapi
berbalik
dan terlentang sambil kakinya dilipatkan dan menggoyang-goyangkan
kedua pahanya sehingga roknya jatuh ke belakang yang tentu saja pahanya yang
sintal kelihatan olehku tetapi bukan itu saja celana dalamnya juga aku lihat
dengan jelas ada semacam bukit kecil yang tersembunyi dibalik celana dalam itu
setelah aku perhatikan dengan seksama apalagi ketika kedua pahanya dalam posisi
terbuka. Beda dengan yang lain, Tari semakin rapat menjepit gelas ditengah
pahanya sambil tersenyum kecil dengan wajah putihnya yang sudah kemerahan.
Akhirnya film itu selesai
kami tonton, kami saling memandang dan saling melempar senyum satu sama lain
sementara Tari menuju ke tempat videonya untuk mematikan televisi dan video.
Aku, Nono
dan Awal berjalan kembali menuju teras dengan maksudku untuk melanjutkan
bermain.Tak lama kemudian Tari dan Ana juga sudah berada diteras bergabung
dengan kami bertiga.
“Aku pulang dulu ya”, kata
Nono.
“Aku juga”, seru Awal kepada kami, lalu mereka turun dari teras dan pulang entah kenapa mendadak begitu.
“Aku juga”, seru Awal kepada kami, lalu mereka turun dari teras dan pulang entah kenapa mendadak begitu.
Sekarang kami tinggal
bertiga setelah Awal dan Nono pulang kerumahnya, sementara hari
sudah semakin siang namun Wati pembantu Tari belum pulang Juga mungkin asyik
ngerumpi dengan pembantu tetangga depan sehingga lupa waktu.
“Bisa tidak kamu meniru
gerakan yang di film tadi?”
“Bisalah!” jawabku membalas pertanyaan Ana.
“Bisalah!” jawabku membalas pertanyaan Ana.
Lalu aku melakukan
gerakan-gerakan menembak, memukul, menendang pokoknya seluruh gerakan laga yang ada di
film tadi, tetapi rupanya bukan gerakan itu semua yang diinginkan oleh Ana lalu
ia berjalan menuju kearah Tari dan mengajak Tari masuk kedalam ruangan tempat
kami menonton tadi akupun mengikuti mereka berdua dari belakang. Aku berpikir
mungkin Ana menyuruh memutar film lagi agar aku bisa melihat gerakan laga yang
ada di film. Tetapi ternyata kenyataannya lain, Tari ia baringkan di sofa
panjang tempat duduk mereka berdua nonton tadi, lalu mengangkat rok Tari
keatas, jelas saja Tari kaget dan menarik turun roknya kembali. Tetapi
ternyata Ana tidak berhenti sampai disitu.
“Kamu mau nggak jadi
bintang film?”, kata Ana kepada Tari.
Lalu Tari mengangguk pelan dan membiarkan
Ana mengangkat kembali roknya ke atas sambil saling berbisik entah apa yang
mereka perbincangkan. Ana tidak berhenti beraktivitas iapun membuka celana
dalam Tari sehingga paha putih Tari kelihatan dengan jelas bukan hanya itu yang
Ana lakukan iapun datang ke arahku yang sedang bengong bercampur heran melihat perlakuan
Ana terhadap Tari. Aku yang seperti orang bodoh megikut saja ditarik oleh Ana
menuju ketempat Tari yang sedang berbaring, jantungku berdegup kencang
sekali ketika sudah berada dihadapan Tari bagaimana tidak aku melihat dengan
sangat jelas vagina Tari yang masih tertutup rapat seperti mulut yang lagi
tersenyum padaku, apalagi melihat bulu-bulu halus yang baru tumbuh di sekitar
vaginanya namanya juga aku anak laki-laki yang normal penisku langsung ereksi
melihat pemandangan nyata seperti itu, bukan di layar
televisi yang biasanya kena sensor.
Melihat keadaan seperti itu Ana lansung memegang
penisku yang berada didalam celana dan meremas-remasnya dari luar, tidak puas
dengan begitu iapun membuka celanaku dan keluarlah senjataku yang sudah berdiri
tegap lalu dikocoknya penisku, aku melirik ke arah Tari yang sedang
memperhatikan kami sambil senyam-senyum mengelus-elus vaginanya. Napasku
semakin tidak teratur perasaanku seperti terlempar dan melayang keruangan yang
kosong apalagi Ana mulai menarik penisku lalu mendekatkanya ke vagina Tari dan
memutar-mutarkan kepala penisku di sekitar vagina Tari yang baru ditumbuhi
bulu-bulu halus. Melihat Tari menikmati adegan ini akupun mulai berani meraba-raba
paha Tari yang mulus dan putih aku juga mulai mepraktekkan beberapa adegan yang
tadi aku lihat di film, jari-jari tanganku mulai bermain disekitar bibir luar
vagina Tari.
“Ah.. uh.. sst..”, Tari mulai bersuara yang sedari
tadi hanya memejamkan matanya.
Ana mulai mundur perlahan-lahan kebelakang, sekitar
setengah meter dari kami lalu duduk menghadap kami seakan-akan melihat dari
jauh perbuatan aku dan Tari, aku sempat menoleh kearah Ana ternyata ia sudah
tidak mengenakan rok dan celana dalam sehingga boleh dikata ia sudah dalam
keadaan setengah telanjang, bagian paha dan vaginanya sudah terbuka semua, ia
juga memainkan jari-jari tangan di vaginanya bahkan ada cairan yang mengalir di
sekitar vaginanya itu.
Akupun tetap melakukan aktivitas kepada Tari, kepala
penisku aku gesek-gesekan dibibir luar vagina Tari yang sudah licin oleh cairan
bening yang menetes keluar dari penisku. Aku tidak pernah berpikir untuk
menusukkan penisku ke lubang vagina Tari karena adegan itu tidak pernah aku
lihat difilm sehingga aku hanya melakukan sebatas gerakan-gerakan meraba dan
menyentuh saja. Tiba-tiba Ana berdiri dan menuju kami berdua satu tangannya
membuka bibir vagina Tari dengan dua jarinya sementara tangan satunya sibuk
mengocok penisku yang semakin licin bercampur cairan yang ada di tangan Ana.
“Auh.. geli An.. stt..”, kataku.
“Sebentar lagi kamu akan merasa lebih geli Rur (kependekan namaku, Rury)”, jawab Ana.
“Sebentar lagi kamu akan merasa lebih geli Rur (kependekan namaku, Rury)”, jawab Ana.
Lalu Ana menuntun penisku dan meggosok-gosokan kepala
penisku ke clitoris Tari yang sudah licin entah kenapa.Selanjutnya dengan
perlahan kepala penisku mulai aku rasakan masuk kedalam lubang vagina Tari.
“Ah.. sst.. pelan-pelan ya sakit nih..”, seru Tari.Aku
hanya diam karena sudah tidak sanggup berbuat ataupun berbicara apa-apa lagi,
sementara Ana sibuk berusaha menuntun penisku agar bisa masuk dengan aman ke
vagina Tari.
Aku mulai merasakan seperempat dari penisku sudah masuk kedalam vagina tari.
“Aduh.. ahh.. sst.. digoyang sedikit Rur biar gampang masuknya”, ujar Tari kepadaku. Akupun mulai menekan-nekan pantatku ke bawah sehingga aku mulai merasakan penisku sudah hampir tertelan semua oleh vagina Tari.
Aku mulai merasakan seperempat dari penisku sudah masuk kedalam vagina tari.
“Aduh.. ahh.. sst.. digoyang sedikit Rur biar gampang masuknya”, ujar Tari kepadaku. Akupun mulai menekan-nekan pantatku ke bawah sehingga aku mulai merasakan penisku sudah hampir tertelan semua oleh vagina Tari.
Sementara itu Ana kembali ke tempatnya semula
meninggalkan kami berdua yang sudah bisa mengendalikan keadaan, iapun kembali
memainkan jari-jarinya ke vaginanya bahkan kali ini lebih hebat dari yang
tadi;kedua jarinya ia putar-putarkan di clitorisnya sambil berdesis nikmat.
Di saat aku sudah mulai mempercepat goyanganku karena
merasakan penisku akan masuk seluruhnya kedalam vagina Tari, iapun berteriak
kesakitan, sambil menahan dadaku dengan kedua tangannya.
“Sedikit lagi Tar.. sst.. ahh”, kata Ana dari jauh
sambil terus mengesek-gesek clitorisnya.
“Kalau burung Rury sst.. sudah masuk semua auh.. sakitnya akan hilang ahh..”, sambung Ana memberikan instruksi ringan kepada kami.
“Pelan-pelan ya Rur goyangnya”, kata Tari kepadaku yang aku balas hanya dengan anggukan kepala dan mulai menaik turunkan pantatku yang perlahan tapi pasti semakin cepat, tetapi tiba-tiba dorongan Ana ke dadaku dengan kedua tangannya terasa sangat kuat sekali sehingga dengan segera aku berhenti bergoyang.
“Sa.. kit..”, dengan sedikit agak berteriak Ana mengeluarkan kata itu.
“Sst.. aduh.. cabut dulu Rur”, sambung Ana, dengan sangat perlahan.
“Kalau burung Rury sst.. sudah masuk semua auh.. sakitnya akan hilang ahh..”, sambung Ana memberikan instruksi ringan kepada kami.
“Pelan-pelan ya Rur goyangnya”, kata Tari kepadaku yang aku balas hanya dengan anggukan kepala dan mulai menaik turunkan pantatku yang perlahan tapi pasti semakin cepat, tetapi tiba-tiba dorongan Ana ke dadaku dengan kedua tangannya terasa sangat kuat sekali sehingga dengan segera aku berhenti bergoyang.
“Sa.. kit..”, dengan sedikit agak berteriak Ana mengeluarkan kata itu.
“Sst.. aduh.. cabut dulu Rur”, sambung Ana, dengan sangat perlahan.
Dan dengan rasa tidak menentu aku melepaskan penisku dari
vagina Tari dan akupun kaget ketika aku melihat ke penisku yang sudah keluar
dari vagian Tari ada semacam darah yang melengket dibatang penisku yang
kemudian aku juga melihat ke vagina Tari ada darahnya juga. Aku yang memang
tidak pernah tahu mengenai hubungan sex atau bersenggama tentu menjadi panik
dan heran mengalami keadaan ini otomatis penisku langsung berhenti ereksi.
Namun setengah meter dari kami, Ana justru sedang
menikmati sekali permainannya bahkan semakin cepat menggosok-gosok vaginanya
sendiri.
“Ah.. uh.. sst.. enaknya”, desisnya sambil kaki Ana menjulur-julur tegang ke depan yang kemudian menusukkan jarinya kedalam lubang vaginanya dan mencabutnya serta menjilatnya sambil tersenyum kecil ke arah kami yang masih dalam kebingungan karena darah yang kami lihat. Aku menjadi berpikiran bahwa Ana sudah sangat berpengalaman dalam hal ini.
“Ah.. uh.. sst.. enaknya”, desisnya sambil kaki Ana menjulur-julur tegang ke depan yang kemudian menusukkan jarinya kedalam lubang vaginanya dan mencabutnya serta menjilatnya sambil tersenyum kecil ke arah kami yang masih dalam kebingungan karena darah yang kami lihat. Aku menjadi berpikiran bahwa Ana sudah sangat berpengalaman dalam hal ini.
Lalu Ana berdiri dan menuju kearah kami.
“Darah itu tidak apa-apa Tar!”, kata Ana kepada Tari yang masih meringis menahan sakit.
“Aku juga begitu awalnya”, aku menjadi kaget mendengar pernyataan Ana yang ternyata benar dugaanku bahwa dia telah lebih dulu melakukan hubungan sex entah dengan siapa. Lalu Ana membantu Tari bangkit dari tempatnya.
“Mari aku bantu membersihkan darah itu dikamar mandi”, kata Ana dan mereka berdua berjalan kebelakang.
“Darah itu tidak apa-apa Tar!”, kata Ana kepada Tari yang masih meringis menahan sakit.
“Aku juga begitu awalnya”, aku menjadi kaget mendengar pernyataan Ana yang ternyata benar dugaanku bahwa dia telah lebih dulu melakukan hubungan sex entah dengan siapa. Lalu Ana membantu Tari bangkit dari tempatnya.
“Mari aku bantu membersihkan darah itu dikamar mandi”, kata Ana dan mereka berdua berjalan kebelakang.
Aku melihat Tari berjalan disisi Ana sambil
tertatih-tatih seperti orang baru belajar berjalan sementara akupun sibuk
membersihkan penisku seadanya dari darah yang melengket dibatang senjataku itu
dan mengumpulkan pakaianku yang berserakan di lantai lalu memakainya kembali.
Tak lama kemudian mereka keluar dari dalam rumah
menemuiku yang setelah berpakaian menunggu diteras, aku melihat Tari masih
menahan sakit yang mungkin masih tersisa. Lalu akupun pamit pada Tari hendak
pulang yang disusul oleh Ana yang juga ikutan mau pulang, aku berjalan turun
dari teras sementara Ana aku lihat masih berbincang dengan Tari yang kemudian
menyusulku dari belakang. Persis ketika aku hendak menutup pintu halaman muncul
Wati yang baru pulang dari ngerumpi dengan tetangga depan.
*****
Dua hari kemudian tepatnya hari Sabtu pagi dan
kebetulan hari itu libur sekolah, aku lupa libur untuk apa yang jelas tanggal
di kalender berwarna merah. Aku, Awal, Ana dan Nono serta beberapa teman
laki-laki dan perempuan berkumpul dilapangan dekat rumah Nono sesuai dengan
kesepakatan kami sehari sebelumnya.
Jarum jam di arlojiku sudah menunjukan pukul 09.15
pagi dan kami sudah lengkap semuanya, kurang lebih ada 11 orang termasuk aku,
Awal, Ana dan Nono. Kita semua akan melakukan pendakian atau semacam kemping
kecil-kecilan dibukit belakang lorong kami, kebetulan di belakng lorong kami
ada sedikit bukit yang masih teduh sehingga masih enak untuk dijadikan tempat
membuat kemah-kemahan. Tetapi kami tidak bermalam karena jaraknya dekat, petang
hari nanti kami akan pulang juga.
Kamipun menuju bukit itu tetapi sambil lewat kami akan
singgah dulu dirumah Tari untuk mengambil beberapa perlengkapan dan sekalian
menjemput Tari dan memang jalan untuk naik ke bukit itu berada sekitar 200
meter dibelakang rumah Tari. Taripun ternyata sudah siap dihalaman rumahnya
dengan memakai topi berwarna warni, baju kaos berwarna biru dan celana puntung
ketat. Segala perlengkapan yang akan kami bawapun telah siap semua sehingga
kami tidak berlama-lama disitu.
Pikiranku sempat ngeres sedikit ketika melihat Tari
berpenampilan begitu setelah kejadian 2 hari yang lalu, namun ketika Ana
melihat ke arahku aku tersenyum kecil dan mengalihkan perhatianku ketempat
lain. Setelah berjalan satu jam setengah kamipun sampai dipuncak bukit itu dan
mulai membangun beberapa buah kemah untuk dijadikan tempat beristirahat dan
makan. Sementara itu teman perempuan termasuk Ana dan Tari menyiapkan bekal
makanan yang memang telah dimasak dari rumah untuk makan siang kami.
Empat buah kemah telah kami bangun dan siap untuk
dibangun. Salah satu kemah kami gunakan sebagai tempat makan dan menyimpan
peralatan, tas dan segala peralatan untuk bermain serta beberapa makanan sore
hari nanti sebelum kami pulang. Sambil teman-teman perempuan terus menyiapkan
makanan dan menata peralatan yang disimpan di kemah itu kami yang pria
bermain-main sambil menunggu pangilan untuk makan.
“Ayo.. makanan telah siap”, seru Ana kepada kami yang
masih sedang bermain dengan nada memanggil, kamipun lalu bergabung dengan
mereka di tenda tempat makanan disediakan.
Selesai kami santap siang bersama kamipun melanjutkan
bermain-main aku bermain bola dengan beberapa orang teman, ada juga yang masuk
ketenda tidur-tiduran mungkin karena kekenyangan.Awal dan Nono aku lihat asyik
bermain gitar dan menyanyi-nyanyi di bawah sebuah pohon jati tua, disampingya
ada Ana sedang membaca majalah. Aku tidak melihat Tari mungkin ia juga sedang
beristrahat didalam salah satu tenda.
Rupanya cuaca kurang bersahabat pada kami hari itu,
tiba tiba hujan turun dengan sangat deras padahal langit pada waktu itu terang
benderang seperti pada waktu kami berangkat tadi.Kamipun berhamburan masuk
ketenda-tenda untuk berteduh, aku masuk ketenda tempat penyimpanan barang.
Kebetulan pada waktu hujan tadi turun aku sedang mengambil bola yang terlempar
disamping tenda itu. Ternyata ditenda itu hanya ada Tari yang sedang menyiapkan
makanan untuk kami makan sore nanti sebelum kami pulang, akupun membantu Tari
di dalam tenda itu sambil kami berbincang-bincang ringan. Arlojiku di tanganku
sudah menunjukan pukul 14.30 siang namun hujan belum reda juga bahkan langit
semakin gelap.
Lalu aku mencoba melihat keluar tenda sambil mengamati
tenda-tenda yang lain ternyata Awal dan dua orang teman perempuan nekat keluar
dari tenda tempat mereka berteduh dan berlari menghampiri aku dan Tari. Rupanya
mereka mau mengambil tas mereka di dalam tenda itu.
“Tolong dong ambilkan tas kami, nanti kalau kami yang
ambil barang yang lain ikut basah”, kata Awal kepada Aku dan Tari dengan nada
menyuruh.
“Memangnya kalian mau kemana”, kataku.
“Mereka berdua ini punya acara sebentar malam”, sambil Awal memandang kedua teman perempuan kami yang sudah menggigil kedinginan.
“Dan mereka memintaku untuk mengantar mereka pulang”, sambung Awal.
“Apa tidak sebaiknya menunggu hujannya reda”, kataku kepada mereka bertiga.
“Justru mereka khawatir hujannya terlambat berhenti, sehingga mereka bisa terlambat untuk keacara itu”, kata Awal menjelaskan.
“Memangnya kalian mau kemana”, kataku.
“Mereka berdua ini punya acara sebentar malam”, sambil Awal memandang kedua teman perempuan kami yang sudah menggigil kedinginan.
“Dan mereka memintaku untuk mengantar mereka pulang”, sambung Awal.
“Apa tidak sebaiknya menunggu hujannya reda”, kataku kepada mereka bertiga.
“Justru mereka khawatir hujannya terlambat berhenti, sehingga mereka bisa terlambat untuk keacara itu”, kata Awal menjelaskan.
Akhirnya
mereka bertiga nekat pulang dengan keadaan hujan yang sangat deras sekali, aku
dan Tari memandang mereka dari dalam tenda yang lama kelamaan menghilang di
kejauhan. Sambil melipat kedua tanganku dan duduk dipintu tenda, aku dan Tari
berbincang-bincang ringan, lalu aku merasakan seperti ada sesuatu yang
menggelitik di dalam celana panjangku.
Akupun spontan langsung berdiri, "Aduh.. apa ini", kataku khawatir takut ada binatang di dalam celanaku.
Tanpa banyak pikir akupun spontan membuka celana panjangku yang tanpa aku sadari Tari berada di sampingku. Akupun sekarang tinggal mengenakan celana dalam.Waktu itu aku memang pakai celana dalam karena tahu mau jalan jauh. Aku kibas-kibaskan celanaku hendak menjatuhkan sesuatu apabila ada yang melekat di celanaku sambil meraba-raba seluruh bagian bawah tubuhku sampai ke ujung kaki, bahkan sempat mengintip kedalam celana dalamku mencari mungkin ada binatang yang masuk ke situ.
"Mari coba ku periksa", seru Tari sambil menarik celana panjang yang aku pegang.
Akupun baru sadar bahwa di situ bukan aku sendiri sehingga aku sedikit malu dalam keadaan setengah bugil didepan Tari. Iapun memeriksa celana panjangku itu dan hanya mendapatkan sehelai daun dari dalamnya yang entah kenapa bisa berada di dalam celana panjangku. Mungkin waktu aku sedang bermain bola tadi yang beberapa kali terjatuh di atas rumput liar.
Tari lalu kembali menyodorkan celana panjang itu kepadaku yang tanpa sengaja menyentuh penisku yang setengah ereksi akibat tertiup udara dingin. Spontan penisku semakin ereksi, mungkin tersentuh oleh tangan dingin Tari. Perubahan pada penisku itu terlihat oleh Tari karena celana dalam yang aku pakai mengembang keluar seakan ada benda di dalamnya yang memaksa keluar, tetapi aku coba mengacuhkan kejadian itu sambil mengambil celana panjangku dari tangan Tari kemudian berbalik membelakanginya.
Saat hendak memasukkan satu kakiku kedalam lubang celana panjangku aku merasakan penisku ada yang meraba dari belakang, karena hanya bertumpu pada satu kaki saja aku terpelanting ke samping dan jatuh di atas lantai karpet di dalam tenda itu. Akupun merasakan ada sebuah tangan ikut tertindih olehku yang ternyata adalah tangan Tari. Pahakupun terasa dingin oleh karpet yang lembab akibat hawa air hujan yang merembes dari dari dalam tanah. Walaupun aku telah menindih tangan Tari dan mengira ia kesakitan yang ternyata tidak. Justru tangan halus itu bekerja meremas remas batang penisku yang semakin kuat berdiri. Detak jantung terasa makin cepat.
"Ah.. sst", desahku dengan napas yang mulai tidak beraturan.
"Ahh.. ayo.. dong Rur", seru Tari yang sedang memelukku dari belakang sambil memasukan kedua tangannya ke dalam celana dalamku, kini kedua tangannya mulai beraksi satunya meremas-remas batang penisku yang satunya lagi memainkan biji penisku.
"Uh.. sst.. ahh", desisku seakan melayang-layang. Rupanya setan jahat dibukit itu mulai memasuki kami berdua yang mulai saling bergulatan di atas karpet yang dingin dalam tenda itu.
"Rur.., semenjak kejadian kemarin aku ingin kamu menusukku lagi", bisik Tari dari belakang persis dekat telingaku sambil terus memutar-mutar batang penisku. Akupun membalikkan badanku dan memposisikan diriku berada diatasnya. Kedua lututku yang berada disisi luar paha kanan dan kiri Tari menjadi tumpuan dibantu tanganku yang berada disisi kiri kanan lehernya.
"Kalau kamu berdarah lagi, bagaimana?", sambil menggosok-gosokkan penisku pada celana puntungya yang ketat persis diatas posisi pepeknya berada.
"Kemarin setelah kalian pulang sst.. aku mencoba menusukkan jariku kembali kedalam pepeku uh..", seru Tari sambil sesekali berdesis mungkin mulai terangsang oleh gesekan penisku di pepeknya yang masih tertutup oleh celana puntungnya.
"Memang.. ah.. ada darah.. sst.. tapi hanya sedikit keluarnya", sambungnya lagi.
"Pokoknya kamu jangan takut", seakan-akan coba meyakinkan aku agar mau melanjutkan permainan ini.
Akupun tidak berhenti beraktivitas diatas tubuh Tari, sedikit demi sedikit aku mulai melucuti celana puntungnya.
"Bajumu dibuka dong!", seruku menyuruh Tari membuka bajunya.
Sekarang Tari hanya mengenakan celana dalam saja tanpa merasakan dinginnya udara, mungkin karena pemanasan yang telah kami lakukan lebih dahulu tadi. Tanganku mulai mengelus-elus paha mulus Tari dan memainkan jari-jariku di pinggir celana dalamnya di sekitar selangkangannya.
"Ah.. sst.. didalam dong Rur ouh..", memintaku memasukan tanganku di dalam celana dalamnya sambil tangannya terus mengocok penisku yang mulai basah dan licin oleh air yang keluar dari senjataku itu sendiri.
Dengan sedikit permainan tanganku akhirnya celana Tari sudah terlepas meninggalkan tempatnya melekat dan sebuah bukit kecil memerah terpampang di depanku, peniskupun semakin kuat dikocoknya.
"Ouh.. sst.. gelinya.. jangan digoyang terlalu cepat Tar.. sst", sambil tanganku terus bermain dibibir luar vagina Tari.
"Tusuk.. uhh.. tusukkan jarimu.. ouh.. Rur", pinta Tari. Akupun memasukkan jari tanganku kelubang vaginanya.
"Aduh.. ayo Rur ohh.. goyangin dong sst..", pinta Tari lagi kepadaku untuk menggerakkan jariku di dalam vaginanya.
"Ouh.. ayo.. lebih kencang lagi ohh.. ayo.. Rur", kini pantat dan pinggulnya mulai ikut bergoyang seperti sedang menari mengikuti permainan jariku di dalam vaginanya.
Aku kini merasakan tangannya sudah berhenti mengocok penisku namun tetap digenggammya erat-erat semakin kencang aku memainkan jariku didalam vaginanya genggamannyapun semakin kuat sambil terus merintih dan meliuk-liuk.
"Sst.. oh.. woa..", serunya semakin tidak karuan karena merasakan kenikmatan.
Kemudian aku mengganti posisiku pindah diantara kedua paha Tari yang sudah terbuka lebar dan bertumpu pada kedua lututku sementara dia tetap pasrah berada di bawahku. Tangannya kini sudah melepaskan penisku, dia hanya terlentang pasrah menunggu permainan dariku dan merasakan kenikmatannya. Jari tanganku terus beraksi tetapi bukan lagi bermain di dalam vagina Tari namun aku tusukkan keluar masuk ke dalam vaginanya dan sesekali memainkan clitorisnya yang sudah licin sekali.
"Oh.. enak Rur.. aduh.. sst..", sambil Tari terus mendesis-desis nikmat.
"Ouh.. ayo masukkan jarimu semua kalau bisa oh.. ayo Rur masukan..", pinta Tari sedikit agak berteriak seperti orang lagi menanti sesuatu yang belum kunjung tiba. Akupun sempat was-was karena takut kedengaran oleh teman lain, untung saja hujan belum terlalu reda sehingga bisa sedikit menutup suara Tari tadi.
"Ohh.. sst..", akupun mulai mendesis melihat kenikmatan yang diekspresikan oleh Tari lalu penisku yang seperti sudah mau meledak aku masukkan kepalanya di mulut vagina Tari secara perlahan dan menggoyang-goyangkannya dengan tanganku yang sesekali memutarnya pada clitoris Tari yang sudah licin oleh campuran air punyaku dan punya Tari sendiri.
"Ahh.. enak ya..", tanyaku perlahan pada Tari.
"Ouw.. sst.. enak Rur ayo masukkin dong oh..", balas Tari dengan suara napas yang semakin memburu ditengah suara hujan yang mulai reda.
Kaki Tari aku rasakan mulai melingkar di pinggangku dan secara perlahan mendorong pinggulku kedepan sehingga perlahan-lahan batang penisku mulai terbenam ke dalam lubang vaginanya.
"Ohh.. ayo Rur masukkan sst..", pinta Tari untuk kesekian kalinya kepadaku.
"Ahh.. aduh enaknya.. oh..", balasku mulai merasakan setengah penisku sudah masuk ke dalam lubang kenikmatan itu.
"Ayo.. goyang Rur", seru Tari padaku, akupun mulai menaik turunkan pantatku.
"Ohh.. ohh.. uh..", desisku dengan suara napas yang semakin memburu merasakan kenikmatan yang baru aku rasakan.
Penisku kini sudah tenggelam semua kedalam vagina Tari akupun tak berhenti bergoyang bahkan semakin cepat seperti ada dorongan dari dalam akibat rasa geli yang semakin menggelitik. Kaki Taripun kini semakin erat terasa melingkar dipinggangku bahkan semakin kuat ketika penisku aku tekan dalam-dalam.
"Ohh.. yah.. yah.. ohh..", tiba-tiba Tari mengerang panjang sekali dan terasa penisku dihimpit keras di dalam vaginanya, kakinya kini terasa semakin erat sekali melingkar di pinggangku sehingga terasa sakit sedikit di situ.
Perlahan-lahan kaki Tari terjatuh lemas terlepas dari pinggangku aku yang melihat ekspresi Tari justru semakin bernafsu akupun semakin kencang menggoyangkan penisku keluar masuk dari vaginanya namun tiba-tiba pintu tenda terbuka dan aku kaget sembari cepat-cepat turun dari atas tubuh Tari yang sudah lemas dan pasrah. Ternyata yang masuk itu adalah Ana ingin menanyakan kapan kita akan pulang karena hujan telah berhenti dari tadi tanpa Aku dan Tari sadari, akupun melirik ke arlojiku yang telah menunjukkan pukul 17.15 sore.
Berbeda dengan aku yang sedikit agak gugup dengan kehadiran Ana dan menyaksikan perbuatan kami, Tari dengan keadaan yang sedikit lemas menjawab pertanyaan Ana.
"Ayo sekarang kita pulang saja", sambil mengenakan pakaiannya satu persatu.
Akupun sudah mengenakan pakaianku dari tadi ketika Ana membuka pintu kemah. Taripun membenahi segala peralatan yang akan dibawa pulang serta satu persatu teman-teman mengambil barangnya yang disimpan ditenda itu. Aku mendengar di luar teman-teman mulai sibuk membongkar tenda dan bersiap untuk pulang.
Kembali Ana masuk kedalam tenda itu dimana aku masih berada di dalamnya hendak mempersiapkan juga peralatanku untuk dibawa. Tanpa aku sadari Ana memperhatikan resleting celanaku yang lupa aku naikkan.
"Rur enak ya tadi", aku kaget mendengar pertanyaan Ana itu.
"An jangan bilang siapa-siapa ya", balasku kepada Ana.
"Oke! Pasti nikmat sekali ya Rur", tanya Ana lagi kepadaku dengan santainya.
"Nikmat apanya waktu kamu masuk tadi aku belum selesai", balasku menjawab pertanyaan Ana dengan nada sedikit kecewa.
"Ohh..", seru Ana.
Tiba-tiba tangan Ana mengarah ke bagian penisku sambil berkata, "Itu restnya lupa dikancing".
Aku pikir ia akan membantuku mengancing restliting celanaku karena kedua tanganku sudah terlanjur penuh dengan barang-barang yang akan aku keluarkan dari tenda itu. Ternyata ia malah membuka celanaku dan memerosotkannya sampai di lututku dan mengocok penisku yang tidak tahu apa sebabnya sudah dalam keadaan ereksi. Karena memang aku masih tanggung tadi dengan Tari aku membiarkan Ana mengocok penisku sambil menurunkan kembali barang yang berada di kedua tanganku.
"Ayo Rur.. kasih keluar", seru Ana.
"Oh.. ya.. sst.. cepat sedikit.. An.. oh.. uh..", menyuruh Ana mempercepat kocokannya.
"Ah.. ya.. sudah geli nih..ya..sedikit lagi..", seruku dengan napas sedikit memburu.
"Oh.. ya.. enaknya.. uhh..", air maniku muncrat sampai empat kali dan sedikit mengenai wajah Ana. Perasaanku langsung seperti melayang ke langit ketujuh dan berangsur-angsur merasa lemas dan berlutut dibawah kaki Ana.
Tak lama kemudian Ana menegurku sambil tersenyum, "Rur ayo pulang sudah sore nih".
Akupun tersadar dan buru-buru berdiri, menarik celanaku dan mengancingnya kembali lalu membawa barang yang tadi hendak aku bawa keluar dari tenda itu. Setelah kami sudah siap semuanya kamipun bergerak pulang kembali tepat jam di tanganku menunjukkan pukul 17.48 sore.
*****
Itulah kisahku mengenal sex pertama kali dan berawal dari situlah aku sangat doyan dengan perbuatan dan hal-hal yang berbau sex, sampai-sampai apapun yang aku lihat sering kuhubung-hubungkan dengan seputar sex.
E N D
Akupun spontan langsung berdiri, "Aduh.. apa ini", kataku khawatir takut ada binatang di dalam celanaku.
Tanpa banyak pikir akupun spontan membuka celana panjangku yang tanpa aku sadari Tari berada di sampingku. Akupun sekarang tinggal mengenakan celana dalam.Waktu itu aku memang pakai celana dalam karena tahu mau jalan jauh. Aku kibas-kibaskan celanaku hendak menjatuhkan sesuatu apabila ada yang melekat di celanaku sambil meraba-raba seluruh bagian bawah tubuhku sampai ke ujung kaki, bahkan sempat mengintip kedalam celana dalamku mencari mungkin ada binatang yang masuk ke situ.
"Mari coba ku periksa", seru Tari sambil menarik celana panjang yang aku pegang.
Akupun baru sadar bahwa di situ bukan aku sendiri sehingga aku sedikit malu dalam keadaan setengah bugil didepan Tari. Iapun memeriksa celana panjangku itu dan hanya mendapatkan sehelai daun dari dalamnya yang entah kenapa bisa berada di dalam celana panjangku. Mungkin waktu aku sedang bermain bola tadi yang beberapa kali terjatuh di atas rumput liar.
Tari lalu kembali menyodorkan celana panjang itu kepadaku yang tanpa sengaja menyentuh penisku yang setengah ereksi akibat tertiup udara dingin. Spontan penisku semakin ereksi, mungkin tersentuh oleh tangan dingin Tari. Perubahan pada penisku itu terlihat oleh Tari karena celana dalam yang aku pakai mengembang keluar seakan ada benda di dalamnya yang memaksa keluar, tetapi aku coba mengacuhkan kejadian itu sambil mengambil celana panjangku dari tangan Tari kemudian berbalik membelakanginya.
Saat hendak memasukkan satu kakiku kedalam lubang celana panjangku aku merasakan penisku ada yang meraba dari belakang, karena hanya bertumpu pada satu kaki saja aku terpelanting ke samping dan jatuh di atas lantai karpet di dalam tenda itu. Akupun merasakan ada sebuah tangan ikut tertindih olehku yang ternyata adalah tangan Tari. Pahakupun terasa dingin oleh karpet yang lembab akibat hawa air hujan yang merembes dari dari dalam tanah. Walaupun aku telah menindih tangan Tari dan mengira ia kesakitan yang ternyata tidak. Justru tangan halus itu bekerja meremas remas batang penisku yang semakin kuat berdiri. Detak jantung terasa makin cepat.
"Ah.. sst", desahku dengan napas yang mulai tidak beraturan.
"Ahh.. ayo.. dong Rur", seru Tari yang sedang memelukku dari belakang sambil memasukan kedua tangannya ke dalam celana dalamku, kini kedua tangannya mulai beraksi satunya meremas-remas batang penisku yang satunya lagi memainkan biji penisku.
"Uh.. sst.. ahh", desisku seakan melayang-layang. Rupanya setan jahat dibukit itu mulai memasuki kami berdua yang mulai saling bergulatan di atas karpet yang dingin dalam tenda itu.
"Rur.., semenjak kejadian kemarin aku ingin kamu menusukku lagi", bisik Tari dari belakang persis dekat telingaku sambil terus memutar-mutar batang penisku. Akupun membalikkan badanku dan memposisikan diriku berada diatasnya. Kedua lututku yang berada disisi luar paha kanan dan kiri Tari menjadi tumpuan dibantu tanganku yang berada disisi kiri kanan lehernya.
"Kalau kamu berdarah lagi, bagaimana?", sambil menggosok-gosokkan penisku pada celana puntungya yang ketat persis diatas posisi pepeknya berada.
"Kemarin setelah kalian pulang sst.. aku mencoba menusukkan jariku kembali kedalam pepeku uh..", seru Tari sambil sesekali berdesis mungkin mulai terangsang oleh gesekan penisku di pepeknya yang masih tertutup oleh celana puntungnya.
"Memang.. ah.. ada darah.. sst.. tapi hanya sedikit keluarnya", sambungnya lagi.
"Pokoknya kamu jangan takut", seakan-akan coba meyakinkan aku agar mau melanjutkan permainan ini.
Akupun tidak berhenti beraktivitas diatas tubuh Tari, sedikit demi sedikit aku mulai melucuti celana puntungnya.
"Bajumu dibuka dong!", seruku menyuruh Tari membuka bajunya.
Sekarang Tari hanya mengenakan celana dalam saja tanpa merasakan dinginnya udara, mungkin karena pemanasan yang telah kami lakukan lebih dahulu tadi. Tanganku mulai mengelus-elus paha mulus Tari dan memainkan jari-jariku di pinggir celana dalamnya di sekitar selangkangannya.
"Ah.. sst.. didalam dong Rur ouh..", memintaku memasukan tanganku di dalam celana dalamnya sambil tangannya terus mengocok penisku yang mulai basah dan licin oleh air yang keluar dari senjataku itu sendiri.
Dengan sedikit permainan tanganku akhirnya celana Tari sudah terlepas meninggalkan tempatnya melekat dan sebuah bukit kecil memerah terpampang di depanku, peniskupun semakin kuat dikocoknya.
"Ouh.. sst.. gelinya.. jangan digoyang terlalu cepat Tar.. sst", sambil tanganku terus bermain dibibir luar vagina Tari.
"Tusuk.. uhh.. tusukkan jarimu.. ouh.. Rur", pinta Tari. Akupun memasukkan jari tanganku kelubang vaginanya.
"Aduh.. ayo Rur ohh.. goyangin dong sst..", pinta Tari lagi kepadaku untuk menggerakkan jariku di dalam vaginanya.
"Ouh.. ayo.. lebih kencang lagi ohh.. ayo.. Rur", kini pantat dan pinggulnya mulai ikut bergoyang seperti sedang menari mengikuti permainan jariku di dalam vaginanya.
Aku kini merasakan tangannya sudah berhenti mengocok penisku namun tetap digenggammya erat-erat semakin kencang aku memainkan jariku didalam vaginanya genggamannyapun semakin kuat sambil terus merintih dan meliuk-liuk.
"Sst.. oh.. woa..", serunya semakin tidak karuan karena merasakan kenikmatan.
Kemudian aku mengganti posisiku pindah diantara kedua paha Tari yang sudah terbuka lebar dan bertumpu pada kedua lututku sementara dia tetap pasrah berada di bawahku. Tangannya kini sudah melepaskan penisku, dia hanya terlentang pasrah menunggu permainan dariku dan merasakan kenikmatannya. Jari tanganku terus beraksi tetapi bukan lagi bermain di dalam vagina Tari namun aku tusukkan keluar masuk ke dalam vaginanya dan sesekali memainkan clitorisnya yang sudah licin sekali.
"Oh.. enak Rur.. aduh.. sst..", sambil Tari terus mendesis-desis nikmat.
"Ouh.. ayo masukkan jarimu semua kalau bisa oh.. ayo Rur masukan..", pinta Tari sedikit agak berteriak seperti orang lagi menanti sesuatu yang belum kunjung tiba. Akupun sempat was-was karena takut kedengaran oleh teman lain, untung saja hujan belum terlalu reda sehingga bisa sedikit menutup suara Tari tadi.
"Ohh.. sst..", akupun mulai mendesis melihat kenikmatan yang diekspresikan oleh Tari lalu penisku yang seperti sudah mau meledak aku masukkan kepalanya di mulut vagina Tari secara perlahan dan menggoyang-goyangkannya dengan tanganku yang sesekali memutarnya pada clitoris Tari yang sudah licin oleh campuran air punyaku dan punya Tari sendiri.
"Ahh.. enak ya..", tanyaku perlahan pada Tari.
"Ouw.. sst.. enak Rur ayo masukkin dong oh..", balas Tari dengan suara napas yang semakin memburu ditengah suara hujan yang mulai reda.
Kaki Tari aku rasakan mulai melingkar di pinggangku dan secara perlahan mendorong pinggulku kedepan sehingga perlahan-lahan batang penisku mulai terbenam ke dalam lubang vaginanya.
"Ohh.. ayo Rur masukkan sst..", pinta Tari untuk kesekian kalinya kepadaku.
"Ahh.. aduh enaknya.. oh..", balasku mulai merasakan setengah penisku sudah masuk ke dalam lubang kenikmatan itu.
"Ayo.. goyang Rur", seru Tari padaku, akupun mulai menaik turunkan pantatku.
"Ohh.. ohh.. uh..", desisku dengan suara napas yang semakin memburu merasakan kenikmatan yang baru aku rasakan.
Penisku kini sudah tenggelam semua kedalam vagina Tari akupun tak berhenti bergoyang bahkan semakin cepat seperti ada dorongan dari dalam akibat rasa geli yang semakin menggelitik. Kaki Taripun kini semakin erat terasa melingkar dipinggangku bahkan semakin kuat ketika penisku aku tekan dalam-dalam.
"Ohh.. yah.. yah.. ohh..", tiba-tiba Tari mengerang panjang sekali dan terasa penisku dihimpit keras di dalam vaginanya, kakinya kini terasa semakin erat sekali melingkar di pinggangku sehingga terasa sakit sedikit di situ.
Perlahan-lahan kaki Tari terjatuh lemas terlepas dari pinggangku aku yang melihat ekspresi Tari justru semakin bernafsu akupun semakin kencang menggoyangkan penisku keluar masuk dari vaginanya namun tiba-tiba pintu tenda terbuka dan aku kaget sembari cepat-cepat turun dari atas tubuh Tari yang sudah lemas dan pasrah. Ternyata yang masuk itu adalah Ana ingin menanyakan kapan kita akan pulang karena hujan telah berhenti dari tadi tanpa Aku dan Tari sadari, akupun melirik ke arlojiku yang telah menunjukkan pukul 17.15 sore.
Berbeda dengan aku yang sedikit agak gugup dengan kehadiran Ana dan menyaksikan perbuatan kami, Tari dengan keadaan yang sedikit lemas menjawab pertanyaan Ana.
"Ayo sekarang kita pulang saja", sambil mengenakan pakaiannya satu persatu.
Akupun sudah mengenakan pakaianku dari tadi ketika Ana membuka pintu kemah. Taripun membenahi segala peralatan yang akan dibawa pulang serta satu persatu teman-teman mengambil barangnya yang disimpan ditenda itu. Aku mendengar di luar teman-teman mulai sibuk membongkar tenda dan bersiap untuk pulang.
Kembali Ana masuk kedalam tenda itu dimana aku masih berada di dalamnya hendak mempersiapkan juga peralatanku untuk dibawa. Tanpa aku sadari Ana memperhatikan resleting celanaku yang lupa aku naikkan.
"Rur enak ya tadi", aku kaget mendengar pertanyaan Ana itu.
"An jangan bilang siapa-siapa ya", balasku kepada Ana.
"Oke! Pasti nikmat sekali ya Rur", tanya Ana lagi kepadaku dengan santainya.
"Nikmat apanya waktu kamu masuk tadi aku belum selesai", balasku menjawab pertanyaan Ana dengan nada sedikit kecewa.
"Ohh..", seru Ana.
Tiba-tiba tangan Ana mengarah ke bagian penisku sambil berkata, "Itu restnya lupa dikancing".
Aku pikir ia akan membantuku mengancing restliting celanaku karena kedua tanganku sudah terlanjur penuh dengan barang-barang yang akan aku keluarkan dari tenda itu. Ternyata ia malah membuka celanaku dan memerosotkannya sampai di lututku dan mengocok penisku yang tidak tahu apa sebabnya sudah dalam keadaan ereksi. Karena memang aku masih tanggung tadi dengan Tari aku membiarkan Ana mengocok penisku sambil menurunkan kembali barang yang berada di kedua tanganku.
"Ayo Rur.. kasih keluar", seru Ana.
"Oh.. ya.. sst.. cepat sedikit.. An.. oh.. uh..", menyuruh Ana mempercepat kocokannya.
"Ah.. ya.. sudah geli nih..ya..sedikit lagi..", seruku dengan napas sedikit memburu.
"Oh.. ya.. enaknya.. uhh..", air maniku muncrat sampai empat kali dan sedikit mengenai wajah Ana. Perasaanku langsung seperti melayang ke langit ketujuh dan berangsur-angsur merasa lemas dan berlutut dibawah kaki Ana.
Tak lama kemudian Ana menegurku sambil tersenyum, "Rur ayo pulang sudah sore nih".
Akupun tersadar dan buru-buru berdiri, menarik celanaku dan mengancingnya kembali lalu membawa barang yang tadi hendak aku bawa keluar dari tenda itu. Setelah kami sudah siap semuanya kamipun bergerak pulang kembali tepat jam di tanganku menunjukkan pukul 17.48 sore.
*****
Itulah kisahku mengenal sex pertama kali dan berawal dari situlah aku sangat doyan dengan perbuatan dan hal-hal yang berbau sex, sampai-sampai apapun yang aku lihat sering kuhubung-hubungkan dengan seputar sex.
E N D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar