Menik adalah sepupuku. Gadis cantik yang penampilan sehari-harinya lincah lagi polos ini dari penampilan luarnya seolah-olah dia seperti seorang perawan lugu yang belum mengerti hubungan dengan lelaki, tapi siapa mengira dibalik itu dia justru punya skandal dengan ayah angkatnya sendiri.
Keintiman ini sudah bermula di antara Menik dengan ayah angkatnya sejak dari Menik berusia 14 tahun. Menik yang pertumbuhannya
mulai meningkat remaja dan semakin cantik serta menggiurkan, sudah
dijadikan alat bantu ayah angkatnya untuk mengisi kesepiannya setelah
beberapa bulan ditinggal mati istrinya. Menik adalah keponakan dari
almarhum istri Pak Hendro. Awalnya, sesaat setelah menduda, Pak Hendro yang seorang staf
perusahaan perminyakan dipindah-tugaskan ke Sumatera. Dia berangkat
dengan mengajak Menik menemaninya di tempat tugas barunya. Hari-hari
berlalu, di tempat yang sepi kurang hiburan itulah perhatian Pak Hendro yang kesepian mulai tertuju kepada Menik yang saat
itu sedang bertumbuh semakin cantik dan menggiurkan. Pendekatannya pun
mudah, karena Menik memang akrab sekali dengan ayah angkatnya ini,
sehingga dibujuki sedikit saja dia pasti menurut.
Mulailah Menik diperlakukan
sebagai teman bercinta Pak Hendro mengganti ketiadaan istrinya, hanya
saja dengan cara terbatas. Setiap bertemu di rumah, Pak Hendro selalu
mengerjai Menik, mulai dari sekedar dipeluk-peluki, diciumi, atau
digeluti. Lalu meningkat lebih jauh mulai diajak tidur bersama untuk
dicumbui dan digerayangi
seputar tubuh gadis remaja itu. Dan berikutnya lagi makin saling
terbuka, telanjang bulat mandi bersama dan mulai dinikmati tubuh polos
gadis itu lewat remasan gemas dan kecap mulut di bagian-bagian
kewanitaannya. Sampai akhirnya Menik mulai diajari cara-cara oral seks,
menghisapi kemaluan untuk memberi kesenangan bagi lelaki. Pokoknya tidak
ada lagi yang disembunyikan di antara mereka. Namun begitu, satu hal yang masih dijaga Pak Hendro, yaitu dia masih tidak tega untuk memasukkan kemaluannya untuk merenggut keperawanan Menik.
Sedikit mengulas keakraban
mereka, bisa dilihat dari bagaimana pertemuan mesra mereka ketika hari
itu Pak Hendro pulang dari urusan di Jakarta selama lima hari. Baru saja
bertemu di rumah, sudah disambut Menik yang meloncat
senang, menggelendot di leher dan kaki membelit di pinggang ayah
angkatnya. Pak Hendro juga sama rindunya dengan gadis manja kesayangannya
ini, tapi tidak terang-terangan di ruang tamu, melainkan menggendong
dulu membawa Menik ke kamar tidur, baru dari situ langsung didekap dan
diciuminya bertubi-tubi seputar wajah si gadis untuk kemudian menutupnya
dengan ciuman bibir bertemu bibir. Sebentar saja keduanya sudah saling
meluapkan kerinduan dengan saling melumat dalam dengan sepenuh perasaan
sebelum kemudian terlepas, dan Menik turun dari gendongan untuk membantu
membereskan barang-barang bawaan Pak Hendro sambil saling menceritakan
keadaan masing-masing selama berpisah.
Selepas itu, barulah acara membersihkan badan.
Setelah Menik selesai membuka keran bak rendam, “Ayo mandi sama-sama Yayah, Nik..?” kata Pak Hendro mengajak yang segera dianggukkan Menik dan langsung membuka bajunya sendiri mengikuti Pak Hendro yang sudah lebih dulu bertelanjang.
Yayah adalah panggilan manja Menik kepada Pak Hendro. Begitu selesai, dia pun segera mendekati Pak Hendro yang saat itu sudah akan bergerak ke kamar mandi.
“Ntar dulu Yah, gendong dulu dong..!” katanya dengan manja.
Menahan langkah Pak Hendro, dia pun meloncat ke pelukan ayah angkatnya
itu. Bergelendot manja lagi di leher dengan kedua kaki membelit pinggang
Pak Hendro seperti tadi, dia pun langsung digendong dibawa ke kamar
mandi.
Berikutnya di bak
kamar mandi, keduanya mandi bersama dengan saling membantu menyabuni dan
menyirami tubuh masing-masing. Pada waktu itu jika melihat bentuk tubuh
Pak Hendro, kesannya memang angker dengan sosoknya yang tegap dan gempal, termasuk juga ukuran alat vital yang dimilikinya yang cukup lumayan besar. Tapi bagi Menik yang sudah biasa begini, tentu saja kesan menakutkan
tidak ada lagi. Malah dia paling suka kalau disuruh mempermainkan
batang kemaluan ayah angkatnya ini, karena ada rasa geli-geli senang
jika merasakan batang yang semula
lemas, besarnya hanya seukuran lebih besar sedikit dari jempol kaki
itu, akan mekar mengembang lipat dua dalam genggaman kulumannya, menjadi
panjang dan besar seukuran pisang ambon. Seperti juga saat ini, sambil
menyabuni tubuh Pak Hendro, dia menyempatkan mempermainkan batang
kejantanan itu. Terasa olehnya batang itu sudah menegang setengah keras.
Begitulah kegiatan yang sering mereka lakukan,
sampai dengan selesai membersihkan tubuh dan keluar dari bak mandi,
terlihat lagi milik ayah angkatnya. Hal ini membuat Menik tertarik,
karena dari tadi batang itu masih setengah menegang saja. Keduanya masih
belum menyeka tubuh mereka dengan handuk saat itu.
“Iddih Yah, kok dari tadi masih keras aja sih. Padahal udah bolak-balik
Nik guyur pake aer dingin…” kata Menik dengan nada khas remajanya yang polos sambil mengulurkan tangannya memegang batang itu.
Pak Hendro hanya tersenyum geli, “Iya, itu tandanya dia udah kepengen disayang-sayangin lagi sama Mbak Niknya.”
“Tapi.., kata Yayah di Jakarta mau dipakein ke lobangnya orang
perempuan. Emang nggak sempet ya Yah ?” tanya Menik meskipun masih muda
sekali tapi sudah diberi pengertian tentang arti hubungan seks yang sebenarnya.
“Sempet sih sempet, tapi ketemu Mbak Niknya kan tetep aja kangen.”
Menik tersenyum
senang mendengarnya. Dia mengocok sebentar batang itu sambil berkata,
“Mau Ning isepin sekarang ya Yah..?” tanyanya menawarkan permainan yang sudah biasa dilakukan sesuai ajaran Pak Hendro.
“Sebentar, sebentar, Yayah mau puas-puasin dulu sama Kamu.” kata Pak Hendro.
Tanpa menunggu jawaban Menik, dia sudah langsung membawa si gadis ke
dekat meja washtafel dan mendudukkan Menik di situ. Meja itu cukup
tinggi, sehingga dengan hanya sedikit membungkuk dan menundukkan
kepalanya Pak Hendro sudah bisa mencapai kedua susu Menik. Langsung saja
bukit dada si gadis yang meskipun masih remaja tapi sudah cukup menonjol mengkal itu dilahap dan disedot serta dihisap bergantian dengan rakus.
Menik yang sudah
terbiasa begini hanya meringis-ringis kegelian, membiarkan ayah
angkatnya sibuk menghisapi susunya, sementara dia sendiri menjulurkan
tangannya membantu meremas-remas penis Pak Hendro.
Ada beberapa saat
Pak Hendro memuaskan mulutnya di bagian itu sampai kemudian menggeser
mulutnya turun ke arah liang keperawanan Menik. Sambil begitu dia
meminta Menik bersandar ke dinding kaca di belakangnya untuk kemudian
mengangkat kedua kaki Menik. Telapaknya diletakkan di tepi meja,
sehingga Menik jadi terkangkang dengan kemaluan terkuak lebar-lebar.
Sekarang bagian kemaluan perawan remaja yang masih
gundul belum ditumbuhi bulu-bulu itu jadi sasaran kecap mulut Pak
Hendro. Bukit daging kemerah-merahan ini disosornya sama rakusnya, diikuti jilatan dan gigitan-gigitan kecil di kelentit yang diterima Menik sesekali menjengkit-jengkit dan merengek kegelian.
“Aaaa ge-yyi Yaah… hiiii ssshh Yayahh nyangan di gigitt gi-tu Yahh…” nada manja kekanak-kanakannya pun mulai terdengar, tanda dia juga senang diperlakukan begini oleh ayah angkatnya.
Disini pun Pak Hendro cukup lama memuaskan kecap mulutnya sebelum kemudian berhenti dan mengangkat kepalanya.
“Ayo Nik.., tempel-tempelin dulu di punyakmu biar tambah cepet kepengennya biar nanti lebih gampang keluarin aernya…” kata Pak Hendro meminta.
Yang begini
pun bagi Menik sudah terbiasa, tanpa menunggu diminta dua kali
diturutinya permintaan ini dengan mengambil batang kejantanan Pak Hendro yang sudah
menegang itu dan menempelkan ujung kepala bulatnya digesek-gesekkan di
mulut lubang kemaluannya. Reaksinya cepat karena sebentar kemudian
dilihatnya air muka Pak Hendro menegang diburu nafsunya, sementara bagi
Menik sendiri main-main seperti ini juga selalu menimbulkan perasaan
aneh tersendiri baginya. Rangsangan asyik yang masih
belum dikenal artinya, bergejolak di dalam perutnya dan membuat liang
keperawanannya seolah gatal ingin memasukkan batang ini ke dalam
lubangnya. Ada rasa menuntut di situ, apalagi jika ujung batang
kejantanan itu makin ditekan sedikit ke dalam, semakin penasaran rasa
enak yang ingin diraihnya.
Dalam keadaan
begini, praktis Menik sudah tenggelam pasrah dituntut berahi nafsunya,
maka tinggal ditekan lebih jauh pasti akan disambut Menik dan berarti
sudah bisa Pak Hendro menggagahi remaja polos itu. Tapi di sinilah
hebatnya disiplin pribadi Pak Hendro demi sayangnya
kepada anak angkatnya. Walau setiap kali berisengnya sudah sampai
sedemikian kritis, tapi selalu saja dia bisa menahan diri untuk
menghindar. Sesaat sebelum pikirannya buntu, dia pun cepat mencabut
batangnya sambil membawa tubuh Menik turun dari meja washtafel. Menik
mengira bahwa sekaranglah saatnya dia diminta untuk melakukan
locokan hisapnya guna membantu Pak Hendro mencapai tuntutan
kelelakiannya. Tetapi rupanya ada perubahan acara, Pak Hendro ingin
menyelesaikannya dengan cara lain. Dia tetap menyuruh Menik berdiri di
depannya untuk kemudian dia sendiri sedikit menekuk kakinya merendahkan
tubuhnya, dari situ dia meletakkan batang kejantanannya terjepit di
selangkangan Menik, persis menempel di bawah kemaluannya.
“Nah, Yayah mau coba bikin gini aja, nggak usak pake dilocok tangan.” katanya seraya mulai memainkan pantatnya maju mundur.
Caranya persis seperti sedang bersetubuh dalam posisi berdiri, hanya
saja batang keperkasaannya tidak dimasukkan ke lubang senggama Menik.
Sambil menggoyang keluar masuk batangnya yang tergesek-gesek
di celah liang keperawan Menik, Pak Hendro juga menambahi rasa dengan
mendekap Menik, mengajaknya berciuman hangat. Diimbangi oleh Menik
dengan juga merangkul ketat leher Pak Hendro, membalas saling melumat
bergelut lidah.
Ternyata meskipun tidak sempurna, tapi cara begini bisa juga membuat Pak Hendro mencapai ejakulasinya.
Sebentar kemudian dia pun tiba di puncaknya dengan menyemburkan cairan
maninya, tanda dia sudah bisa mengakhiri permainan dengan lega. Itulah
permainan iseng sehari-hari Pak Hendro dengan Menik yang boleh dibilang kritis karena cuma tinggal memasukkan batangnya ke liang keperawanan Menik saja yang belum dilakukan Pak Hendro. Tapi yang begini
cuma sementara. Cara hidup unik ini bagi Menik pengaruhnya besar juga.
Bagaimana tidak, kalau mengikuti perkembangan cara mereka, rasanya cuma
tinggal tunggu waktu saja untuk Menik mendapatkan rasa seks yang sebenarnya. Apalagi belakangan ini Menik pernah menyaksikan sendiri bagaimana adegan hangat ayah angkatnya yang bercinta dengan Mbak Tikah, seorang gadis pemijit yang sering dipanggil Pak Hendro untuk memijit di rumahnya, tapi sekaligus sebagai tempat penyaluran tuntutan kelelakian Pak Hendro.
Dari sejak awal Menik sudah curiga bahwa ayah angkatnya punya hubungan intim dengan Tikah, gadis pemijit yang diperkenalkan oleh sopir pribadi mereka. Karena dalam acara memijit yang biasa
mengambil tempat di ruang baca itu, mereka berdua selalu mengunci pintu
berlama-lama di situ. Memang mulanya kelihatan biasa-biasa saja, tapi
pernah sekali Menik memergoki bahwa tubuh Tikah secara mencuri-curi
sering digerayangi tangan Pak Hendro. Ini yang membuat
Menik penasaran dan suatu waktu dia sengaja mengatur waktu untuk
membuktikan sendiri sampai dimana hubungan Pak Hendro dengan Tikah.
Begitulah suatu kali kesempatan Pak Hendro minta dipijit Tikah di tempat biasa di ruang baca, Menik yang tadi
pura-pura pamitan ke rumah teman padahal sudah menyelinap bersembunyi
di kolong ranjang ruang tidur pak Hendro menunggu kesempatan untuk
mengintip. Di antara kedua ruang baca dan ruang tidur Pak Hendro ada
pintu penghubung, Menik menunggu sampai dirasa aman baru dia
mengendap-endap mencapai pintu penghubung dengan rasa tegang karena
didapatinya suasana kamar sebelah sepi sekali. Di lubang pintu
penghubung itu sebagaimana pintu-pintu lainnya juga dipasang sehelai
gordyn tebal. Biasanya pintu ini juga dikunci oleh Pak Hendro kalau
sedang berdua dengan Tikah, tapi karena diketahuinya Menik tidak di
rumah maka Pak Hendro sudah merasa aman dengan membiarkan pintu itu
terbuka, sehingga Menik punya kesempatan mengintip ke situ.
Apa yang ditunggu
Menik memang tepat, bahkan kebetulan sekali karena rupanya saat itu
sudah masuk di babak Pak Hendro akan mengerjai Tikah. Mereka sudah
langsung mulai karena begitu Menik melihat ke dalam, dia sudah
mendapatkan bagaimana keduanya sudah bersiap-siap untuk masuk ke
permainan seks dengan Pak Hendro. Saat itu sedang merangsang berahi
Tikah. Di situ sambil masih tetap berada di atas permadani tebal tempat
mereka biasa memijit, nampak Pak Hendro yang berbaring telentang sedang menggerayangi tubuh Tikah yang duduk
di atas perutnya. Waktu itu kedua posisi mereka agak membelakangi
Menik, sehingga tidak bisa terlihat jelas, tapi Menik bisa melihat bahwa
tangan Pak Hendro sedang bermain meremas-remas susu Tikah yang masih tertutup kain. Tikah dalam acara memijit ini mengenakan sehelai handuk yang dililit sebatas dadanya.
Berdebaran tegang Menik
menonton pemandangan di depannya, nampak Tikah mandah saja
menggeliat-geliat kegelian dengan muka genit malu-malu kegelian mendapat
gerayangan
nakal Pak Hendro di kedua susunya. Malah dia kemudian membungkukkan
tubuhnya mengikuti pelukan Pak Hendro, menyandarkan kepalanya manja di
dada Pak Hendro. Sebentar keduanya saling merapat pipi bertemu pipi
seperti ada yang dibisikkan
Pak Hendro di telinga Tikah, karena tiba-tiba Tikah bangun duduk tegak
dan berikutnya masih dengan muka genit malu-malu Tikah membuka lepas
handuk penutupnya menampilkan bebas tubuh telanjangnya. Karena di balik
kain tadi Tikah memang tidak mengenakan pakaian dalam. Sekarang melihat
bagaimana Tikah sedang menyodorkan bagian kewanitaannya untuk dinikmati
Pak Hendro, hal ini membuat Menik semakin tertarik penasaran. Memang
tubuh Tikah tidak semulus dan secantik Menik, tapi berharap pada adegan
kelanjutannya menimbulkan rangsangan hebat pada Menik, disamping juga
rasa kepingin tahu yang besar ingin melihat bagaimana caranya pasangan laki perempuan bersanggama.
Sekarang terlihat gerakan Pak Hendro bangun duduk, sementara Tikah hanya mengangkat duduknya berlutut merapat pada Pak Hendro.
“Ahsshh…” terdengar Tikah mengerang dan setelah itu menggigit bibirnya
malu-malu geli ketika dia mulai mendapat rangsangan Pak Hendro sekaligus
di dua tempat, yaitu mulut Pak Hendro melahap sebelah puncak susunya
dan sebelah tangan Pak Hendro bekerja mengusap-usap tengah
selangkangannya.
Rangsangan mulai meningkat dengan makin sibuknya Pak Hendro berpindah-pindah mengenyoti kedua susunya, sementara tangan yang di
selangkangan juga bergerak-gerak seperti sedang meremas-remas sambil
pasti ikut mengiliki kelentitnya, geli asiknya mulai diterima Tikah
terbaca dari mimik wajahnya yang sekarang
merona merah dalam mata terpejam serius dan bibir setengah merekah
tegang. Sesekali ada gerakan Tikah mengejang kegelian dengan menarik
pantatnya menungging, tapi tidak menghindar membiarkan tubuh
telanjangnya dipuasi Pak Hendro. Sebelah tangannya malah membantu
menonjolkan bukit susunya tersodor dikecapi Pak Hendro, sedang sebelah
tangan lagi bertopang di pundak Pak Hendro. Ada beberapa saat seperti
itu, tapi di tengahnya ada gerakan baru, yaitu sebelah tangan Pak Hendro yang bebas mulai merangsang kejantanannya dengan menggenggam dan meremas-remas batangnya agar menjadi lebih kaku.
Semua ini dari tempat mengintip
Menik cukup jelas dilihat, karena jaraknya cuma sekitar 3 meter dan
posisi Tikah sekarang agak serong menghadap ke arahnya. Rupanya acara
merangsang gairah berahi Tikah dan membangkitkan kejantanan sendiri oleh
Pak Hendro, meskipun sebentar tapi sudah dianggap cukup, karena Pak
Hendro baru saja berhenti dan meminta Tikah mengambil posisi berbaring
menelentang tetap di atas permadani itu. Mereka nampaknya mempersingkat
waktu agar tidak terlalu lama dan dicurigai para penunggu rumah.
Tikah langsung
berbaring mengangkang sesuai permintaan Pak Hendro, matanya ditutup
rapat-rapat menunggu Pak Hendro mengatur posisinya untuk mulai
memasukkan batang kejantanan ke liang senggamanya. Merapat dia dengan
kedudukkan tegak berlutut, kedua paha Tikah ditumpangkan ke atas
masing-masing pahanya, sebentar Pak Hendro masih melocoki batang
kejantanannya sendiri yang dari
tadi tetap dipegangi terus, sementara tangan sebelah jari-jarinya
membasahi lubang kewanitaan Tikah dengan ludahnya agar membuat lebih
licin lagi. Sebentar kemudian batang kaku Pak
Hendro mulai dimasukkan ke liang kewanitaan Tikah, Menik membaca mimik
wajah Tikah agak mengernyit dengan kedua kelopak matanya yang terpejam erat. Rahangnya menganga kaku menunggu batang ditusukkan ke kemaluannya dan yang mulai dimainkan Pak Hendro keluar masuk pelan-pelan.
Ternyata reaksi yang ingin dilihat Menik mulai nampak. Tikah ketika mulai bisa menyesuaikan dengan penis yang baru diterimanya, langsung mendapatkan rasanya. Tegang wajahnya pun mengendor terganti dengan bersemu asyik yang membawa
pinggulnya bergerak mengocok mengimbangi gerak menggesek batang keluar
masuk liang senggamanya. Makin lama makin tambah hangat rasa garukan
enak itu, apalagi ditambahi Pak Hendro dengan kedua tangannya
memilin-milin puting masing-masing susunya, gerak geliat Tikah sudah
meningkat panas. Meliuk-liuk dia terlihat erotis dengan dadanya kadang
diangkat-angkat membusung. Tapi yang seru adalah goyangan bibir kemaluannya yang berputar cepat seperti tidak sabaran dan sesekali menanduk-nanduk ke atas memapak tusukan batang keperkasaan Pak Hendro yang juga mulai dipompa agak kencang.
Menik sampai terasa panas dingin dan tegang menontonnya, terpengaruh rangsangan permainan Tikah yang menggelora
oleh sogokan-sogokan batang keperkasaan Pak Hendro. Gerakannya selama
itu berputaran hangat, lebih-lebih menjelang orgasmenya. Sayang Menik tidak bisa mengikuti mimik Tikah, karena dengan semakin panas itu wajah Tikah sudah hilang menyusup di dada Pak Hendro yang sudah turun menghimpit mendekapnya erat-erat. Hanya terakhir sempat dilihat ketika Tikah berogasme dengan tubuhnya yang mengejang dan mengangkat liang kewanitaannya tinggi-tinggi seakan ingin ditekan lebih dalam lagi. Sampai di situ apa yang ditonton Menik, dan dia buru-buru ke luar untuk kemudian berpura-pura datang dari luar seolah-olah tidak mengetahui apa yang terjadi di dalam kamar baca itu.
Jadi boleh dibilang secara tidak langsung, sebetulnya ayah angkatnya yang menggiring Menik untuk menuju kebebasan seks. Sehingga ketika suatu ketika, Menik menemukan teman sekolah yang cocok
di hatinya dan kemudian berlanjut dengan iseng-iseng mempraktekkan
hubungan sanggama sampai mengakibatkannya hamil. Ayah angkatnya tidak
bisa menyalahkan dia karena menyadari bahwa ini salahnya sendiri yang terlalu bebas dalam cara hidup mereka. Tapi untuk menuntut laki-laki yang mengerjai Menik sangat berat, karena keduanya masih remaja sekali, jalan keluar yang dipilih adalah menggugurkan kandungan Menik sebelum menjadi besar serta membatasinya bergaul bebas di luaran lagi.
Menik nampaknya kapok
dengan akibat keisengan pertamanya itu, tapi untuk bisa bertahan dari
godaan lelaki berikutnya ternyata ada cara yang istimewa untuk itu. Yaitu Menik yang sudah
kenal nikmatnya hubungan seks tidak dibiarkan menderita menahan
keinginan itu, tapi di rumah dia justru dapat penyaluran tersendiri dari
siapa lagi kalau bukan dari ayah angkatnya sendiri. Sejak itulah Menik
mulai membuat hubungan sanggama dengan Pak Hendro dengan maksud agar
Menik tidak mencari di luar lagi, yang memungkinkan dia mengulang kecelakaan yang sama. Hanya saja tentunya dijaga agar tidak ada satu pun orang luar yang tahu rahasia keluarga mereka.
Memang, sejak lepas dari
pengalaman pahitnya itu, Menik jadi seperti uring-uringan dan untuk
mengisi kesepiannya, Pak Hendro mulai tertarik juga untuk memanfaatkan
Menik. Tidak heran sebab si cantik yang meningkat semakin remaja ini kalau berpakaian sering minim, mengundang gairah lelaki, teristimewa bagi Pak Hendro yang juga
sedang kesepian. Tapi sekalipun sudah akrab dengan gadis itu, Pak
Hendro tidak langsung main ajak begitu saja. Dia perlu cara halus karena
dia kuatir Menik masih trauma dengan pengalaman pahitnya itu. Pak
Hendro mulai mengadakan pendekatan dengan membelikan hadiah-hadiah
perhiasan dan mengobral pemberian uang untuk meluluhkan hati Menik.
Sampai di suatu siang, dia membuat surprise dengan mendatangi kamar Menik.
“Nik, kalok Yayah kasih hadiah buat Kamu, mau nggak..?” katanya dengan
kedua tangannya ke belakang seperti menyembunyikan sesuatu.”Oya..?
Hadiah apa Yah..?”
“Mau tau..? Nih Liat dulu sebentar..!” kata Pak Hendro sambil menarik tangannya yang menggenggam sebuah kotak perhiasan, membuka tutupnya memamerkan isinya sebentar.
Namanya sifat perempuan, begitu melihat perhiasan emas yang berkilau-kilauan langsung bersinar cerah wajahnya.
“Buat Menik ya Yah..?” tanyanya malu-malu.
“Iya.., semua buat Kamu, abis buat siapa lagi..?”
“Waduh..! Iya Yah, Aku mau.., seneng banget Aku Yah..!”
Kontan melonjak girang Menik karena perhiasan yang akan diberikan kepadanya justru lebih banyak dari yang sudah
didapat sebelumnya. Tidak salah, karena Pak Hendro sendiri saking
senangnya dapat harapan manis Menik sengaja membelikan lebih banyak
dengan maksud untuk lebih membujuk gadis itu.
“Tapi ntar dulu, abis ini nanti temenin Yayah tidur, sekarang ininya Yayah masukin Yayah punya ya..?”
tanya Pak Hendro mulai minta kepastian Menik sambil merapat dan
menjulurkan sebelah tangannya mengusap-usap selangkangan Menik.
Jelas Menik tahu maksudnya tapi dia masih ragu-ragu.
“Ngg, tapinya kalok Nik bunting lagi gimana Yah..?” tanyanya minta penegasan Pak Hendro.
“Ooo… jelas Yayah jaga jangan sampe begitu, nanti Yayah kasih pilnya..” jawab Pak Hendro memberi kepastian.
Kali ini Menik mengangguk meyakinkan ajakan Pak Hendro karena hatinya sudah keburu terpaut dengan kilauan emas yang bakal
jadi miliknya. Perempuan kalau hatinya sudah merasa dekat, apalagi
ditambahi dengan hadiah-hadiah perhiasan, maka cepat saja takluk dalam
rayuan.
“Kalok gitu sini, Yayah yang pakein satu persatu dan Kamu nurut aja ya..? Tapi sebentar.., coba Kamu pake dulu semua perhiasan yang Yayah pernah kasih. Soalnya ini semua satu setelan, jadi biar lengkap keliatannya.”
Menik mengangguk dan bergerak mengambil perhiasan itu di lemarinya,
lalu memasangnya satu persatu yaitu giwang, kalung, cincin dan gelang,
sementara Pak Hendro mendekat lalu meletakkan kotak perhiasan di tempat
tidur. Keempat perhiasan itu berikut yang ada di dalam kotak memang memiliki ciri seragam, yaitu diberi bandul berbentuk bola-bola berongga yang di tengahnya diisi bola kecil lagi, jadi kalau bergerak akan menimbulkan bunyi yang bergemerincing.
Menik sendiri masih heran di mana lagi perhiasan yang ada
di kotak itu akan dipasangi di tubuhnya, namun begitu dia diam saja dan
sesuai permintaan Pak Hendro dia menurut ketika sebuah perhiasan
diambil untuk dipasangkan padanya.
“Tau nggak Nik, Yayah beli
ini karena liat Kamu cantik, jadi kepengen dandanin kayak putri ratu.
Memang keliatan kayak main-mainan, tapi ini emas asli lho..? Kalok nggak
cocok jangan kasih siapa-siapa, simpen aja buat kenang-kenangan. Ayo
sini, tempat pertama pasangnya di sini…”
Menik langsung merasa geli, karena bagian pertama yang dipasangi adalah sebuah cincin hidung model jepit ala gadis-gadis Arab.
“Nah, sekarang untuk ini Yayah minta tanda terima kasihnya…”
Belum sempat Menik mengerti, tiba-tiba dia sudah dipeluk lehernya dan
bibirnya didarati bibir Pak Hendro. Agak gelagapan dia tapi cepat
disambutnya ajakan berciuman ini dan meningkat sebentar saling melumat
hangat. Ada beberapa saat baru Pak Hendro melepas bibirnya, Menik
terlihat sempat terhanyut sebentar dalam asyiknya bergelut lidah
bertukar ludah barusan.
Bagian kedua adalah sepasang kalung kaki yang dipakaikan
Pak Hendro dengan meminta Menik duduk di tempat tidur. Ini juga
menggelikan, karena merasa persis seperti pemain kuda lumping dan upah
terima kasihnya juga lucu yaitu masing-masing betis Menik diciumi dan
dijilat-jilati setelah kalung itu terpasang.
Yang ketiga, yang paling membuat Menik geli adalah ketika Pak Hendro mengambil sepasang perhiasan payudara yang pemasangannya dijepit di puting susu.
“Iddihh.., kok aneh-aneh aja si Yayah nih..?” kontan cekikikan geli dia sambil menekapi kedua buah dadanya dengan tangannya.
“Ya sudah, kalok masih geli ditunda dulu. Sini Yayah ambil tanda terima kasihnya duluan nanti pasangnya belakangan.”
Begitu selesai bicara Pak Hendro langsung memajukan kepalanya, mulutnya mendarat mencaplok sebelah susu Menik yang membulat montok itu.
“Sshh…” Menik mengejang tertahan sewaktu mulut Pak Hendro mengenyoti puncak susunya, mengulum dan menjilati puting yang berada di dalam mulut Pak Hendro.
Kali ini geli lain. Geli yang memberi rangsang menaikkan berahinya untuk menuju apa yang nantinya
akan diminta Pak Hendro. Dan ini mulai semakin terasa karena Pak Hendro
agak berkepanjangan mengisapi dan meremasi kedua bukit dadanya
bergantian, sehingga geli-geli enak yang meresap menyulut bara berahinya yang juga
sudah lama terpendam mulai menyala lagi. Maklum, Pak Hendro rupanya
gemas bernafsu dengan kedua susu si gadis ramping tapi ukurannya bulat
montok menggiurkan ini. Terbukti ketika Pak Hendro berhenti dan menarik
kepalanya, terlihat tatapan mata Menik sudah sayu tanda sudah
dipengaruhi tuntutan nafsunya. Tapi Pak Hendro belum selesai, dia segera
memasangkan perhiasan di kedua puting susu Menik, kali ini tidak ada
penolakan geli lagi.
Selepas itu kedua buah dada segar mulus yang sudah berhias anting-anting itu dikecap lagi oleh mulut Pak Hendro. Ada rangsang tersendiri baginya dengan kedua puting yang tercuat
oleh jepitan penahan bandul, senang menjilat-jilat ujungnya membuat
Menik bergerak-gerak kegelian, susunya berayun-ayun menimbulkan bunyi
bandul bergemerincing.
“Aahaaww… ge-yyii Paak..” Menik merengek manja namun dia senang dicandai mesra seperti ini.
“Tambah cantik kan Menik dihiasin gini, Yayah jadi makin gemes ngeliatnya…”
“Iya tapi lucu… Aahsssh Paak… ca-kiitt..!” baru menjawab sudah
disambung merintih karena puting berikut bandulnya dicaplok Pak Hendro.
Dihisap dan dijepit-jepit bandul itu dengan bibir, menarik-narik kecil
menjadikan putingnya juga ikut tertarik-tarik terasa perih. Tapi
perih-perih enak yang makin menambah Menik jadi makin lebih terangsang.
Sehingga ketika dari situ Pak Hendro berlanjut dengan usahanya untuk membuka celana pendek yang dikenakan
Menik, si gadis mandah saja malah membantu dengan mendoyongkan tubuhnya
ke belakang, mengangkat pantatnya membuat mudah celana berikut celana
dalamnya dilolosi lepas. Pak Hendro meskipun dalam dirinya sudah
bergelora nafsunya ingin segera menyetubuhi remaja cantik yang menggiurkan ini, tapi dia cukup pengalaman untuk bisa menekan emosinya tidak menunjukkan wajah rakusnya.
“Sekarang yang terakhir
ini Yayah pasangin kalung perutnya…” katanya sambil membelitkan dan
mengaitkan sekali sebuah kalung perut di pinggang Menik.
Selepas itu tiba-tiba Pak
Hendro menundukkan wajahnya ke perut Menik. Dikira akan mengecup bagian
perut itu untuk minta tanda terima kasih, tapi rupanya lebih ke bawah
lagi. Yaitu ketika kedua tangan Pak Hendro menyusup dari bawah kedua
pahanya, membuka jepitan paha itu sekaligus mengangkat membuatnya
mengangkang. Dia segera tahu bahwa Pak Hendro menuju ke liang
senggamanya. Menik memang sudah terbiasa memberikan kemaluannya dikerjai
mulut Pak Hendro, cepat ditutupnya matanya menunggu Pak Hendro
berlanjut, karena dia tahu rasa apa yang akan didapatkannya nanti.
Saat itu, begitu mulut Pak Hendro menempel dan langsung menyedoti rakus
bagian menganga itu, dalam dua tiga jurus saja Menik sudah lemas
tulang-tulangnya diresapi nikmat.”Ahhnng…” mengerang dia oleh geli yang terasa
menyengat sampai ke ubun-ubun, langsung merosot tubuhnya jadi
menelentang rata punggung ke belakang karena serasa tangannya tidak kuat
lagi menopang. Lewat lagi beberapa jurus dia sudah meliuk-liuk tubuhnya
oleh jilatan lidah terlatih yang mengilik kelentitnya, menusuk-nusuk kaku membuatnya semakin penasaran ingin segera disetubuhi.
Pak Hendro berhenti untuk membuka bajunya dan sementara itu kedua kaki Menik yang tadi disanggahnya diletakkan telapaknya di tepi tempat tidur, tetap membuat posisi Menik mengangkang lebar.
“Enak kan kalok Yayah bikinin gini..?” tanyanya menguji sambil melepasi bajunya satu persatu.
“He-ehh… tappinya jangan lama-lama Yahh.., nggak kuat Akku…” Menik
terbata-bata menjawab jujur kelemahannya kalau liang kewanitaannya kena
disosor mulut lelaki.
Selesai membuat dirinya
sama bertelanjang bulat, Pak Hendro kembali meneruskan mengerjai liang
senggama Menik dengan permainan mulutnya, membuat si gadis betul-betul
matang terbakar oleh rangsang nafsunya. Sambil begitu Pak Hendro sendiri
dalam posisi duduk berlutut mulai melepasi bajunya tanpa dilihat Menik
dan mulai mempersiapkan batang kejantanannya untuk bisa menyalurkan
kerinduan nafsunya sekaligus mengisi kebutuhan yang dituntut berahi nafsu Menik.
Cukup lama Pak Hendro
membakar nafsu Menik lewat hisapan mulut di liang senggamanya, membuat
Menik hampir hangus menunggu saat untuk disetubuhi. Tapi sebelum
mulutnya meminta, tiba-tiba dirasakan tubuhnya ditarik diajak bangun.
Pak Hendro melingkarkan kedua lengan Menik di lehernya, Menik cepat
mengetatkan rangkulan mengikuti ajakan Pak Hendro yang segera
menggendong untuk memindahkannya dari posisi semula ke tempat dimana
dia akan segera masuk ke babak sanggama, karena dirasanya ada gerakan
Pak Hendro untuk bangkit berdiri.
Memang benar, tapi sebelum sampai ketempat yang dimaksud, Menik seperti sudah akan mendapatkan apa yang diingininya lebih cepat dari perkiraannya. Tubuhnya terasa melayang seiring
dengan gerakan Pak Hendro berdiri dengan mengangkatnya pada kedua
pahanya, tapi ketika telah tegak dan gaya berat tubuhnya menekan lagi ke
bawah, “Hahhg…” mengejang dia karena dirasanya kepala batang
keperkasaan Pak Hendro mendesak sampai terjepit di mulut lubang
kemaluannya.
Dan makin memberat dia ke bawah makin menyodok batang itu masuk.
Tapi, “Hhoogh…” kali ini menggerung tenggorokannya karena yang berikutnya terasa ketat dan perih.
Tidak tahan berlanjut, dia pun mengetatkan lagi rangkulannya seolah-olah ingin memanjati tubuh Pak Hendro naik ke atas lagi.
Celakanya Pak Hendro seperti tidak mengerti apa yang dialami Menik, merasa batang kejantanannya sudah mulai terjepit masuk, dia mengira justru Menik yang sudah
mengajak lebih dulu untuk langsung masuk di babak sanggama. Dalam
posisi seperti itu dia malah berusaha untuk memasukkan batangnya lebih
jauh lagi. Kedua kakinya ditekuk merendah sebentar agar Menik terduduk
menggantung di pahanya sehingga kedua perut agak merenggang. Karena
dalam posisi itu dia bisa melepas sebelah sanggahan tangannya untuk
kemudian membubuhi ludah di sisa batangnya yang belum masuk, baru setelah itu dia berlanjut untuk membenamkan batang keperkasaannya.
Sekarang batang ini sudah
masuk sebagian, Pak Hendro menegakkan tubuhnya lagi dan sambil berusaha
menekan lebih jauh dengan pintar dia mengalihkan perhatian Menik lewat
gerakan berjalan seolah-olah mencari tempat sanggama yang lebih
enak. Memang, semakin dibenamkan lebih dalam, terasa olehnya Menik
mencengkeram sambil merintih kesakitan tapi Pak Hendro pura-pura tidak
mendengar.
“Ssshhgh.. ssakkit Yaahh…” akhirnya tidak tahan juga suara Menik terdengar mengutarakan perihnya.
Menik memang sudah hapal dengan bentuk dan ukuran alat viltal ayah angkatnya yang sering dipermainkannya ini, tapi untuk dimasukkan ke liang senggamanya baru kali inilah dia merasakannya.
“Iya, iya, memang agak perih kalok dibawa jalan-jalan begini. Sebentar lagi, Yayah mau cari tempat yang enak
buat kita.” buru-buru Pak Hendro menghibur tapi lega dia karena
dirasanya seluruh panjang batang kejantanannya sudah terendam habis.
“Mau dimana Yah..?” tanya Menik agak heran sambil menarik kepalanya.
Sekarang bisa terlihat raut wajahnya yang sudah pucat pasi lantaran menahan sakit.
“Kita cari tempat yang lebih enak maennya.”
Dengan memondong
Menik, sementara batang kejantanannya tetap terendam di liang
senggamanya Menik, Pak Hendro menuju ke ruang tengah. Di situ di depan
TV terpasang sebuah permadani berukuran 2×3 meter, kesitulah rupanya
Menik dibawa. Mengatur posisi Menik menelentang dengan tetap menjaga
kemaluan tidak terlepas, begitu selesai Pak Hendro mulai mengajak Menik
masuk pada babak sanggama untuk meresap nikmatnya pertemuan kedua
kemaluan ini. Sanggama ala Pak Hendro yang unik, sebab bukan saja pemilihan tempatnya nyentrik tapi juga caranya terasa asing bagi Menik. Beda sekali dengan bekas pacarnya yang dalam sanggama mereka goyang pantat
dibawa bekerja aktif memompa penis ke luar masuk vaginanya, tapi dengan
Pak Hendro justru tidak bergaya tradisional seperti itu.
Bermain masih dalam
keadaan saling menempel berhadapan dengan batang kemaluan tetap terendam
dalam, tanpa ada gerakan menggesek keluar masuk, Menik dibawa
berguling-guling di seluas permadani itu seperti seorang anak kecil sedang diajak bergelut canda oleh ayahnya. Tetapi lebih cocok disebut seperti sepasang penari balet yang sedang
beradegan lantai dalam gaya erotis. Sebab sementara bergulingan, kadang
Menik di atas kadang pula di bawah, Pak Hendro mengiringi dengan kerja
mulutnya serta tangan yang tidak terputus melanda sekujur tubuhnya dari mulai atas kepala hingga ke ujung kakinya.
Di situ kadang dikecup
mesra, dijilati atau digigiti gemas, juga kadang diusap, dipijat,
diremas di bagian manapun dari tubuh Menik dapat dicapai mulut atau
tangannya. Menik tidak ubahnya diperlakukan seperti boneka permainannya. Boneka cantik berhias yang semakin
bergemerincing suara bandulnya semakin membuat hatinya senang dan asik
menggelutinya.Tapi asyik bukan hanya buat Pak Hendro, Menik yang semula masih merasa perih dan masih pasif mulai mendapatkan rasa asyik yang sama, malah lebih lagi. Gaya baru yang diterimanya ini terasa begitu mesra menghilangkan perih yang diderita. Dan ujung batang yang tadinya
terasa begitu ketat serta menyodok begitu jauh di dalam perutnya
sekarang justru dirasakan enak luar biasa mengorek-ngorek tuntutan
berahinya jadi cepat terluapkan, melayang-layang dibuai kenikmatan yang datang melanda susul menyusul.
“Hsshngg addduuuh Yyahh… sshngh
dduhh.. hmm aaahhghrh..!” begitu dalam akibatnya sampai-sampai tidak
tertahankan lagi, masih ditengah asyiknya digeluti Pak Hendro, Menik
sudah mengerang membuka orgasmenya satu kali sebelum berikutnya menyusul
lagi secara bersamaan dengan Pak Hendro.
Ini terasa luar biasa, sebab kalau biasanya dia merasa seperti dipaksakan keluarnya oleh gesekan-gesekan cepat penis bersama pacar lawan mainnya, yang ini lebih melegakan menyalurkannya lewat geliat-geliat erotis tubuhnya yang dilipat-lipat oleh Pak Hendro.
“Aaahnng.. ssshh-dduuh Yahh… Ak-kku klu-ar laggi sshh… hngmmm shg…” disitu baru selesai yang satu sudah menyusul lagi rangsangan gairah untuk menikmati yang berikutnya.
Memang akhir dari
permainan sama-sama meletihkan, tapi kalau saja Pak Hendro masih bisa
bertahan lebih lama lagi rasa-rasanya Menik akan sambung menyambung
orgasme yang bisa dicapainya. Betul-betul suatu permainan yang unik
mengesankan, karena dengan hanya menanam batang dalam-dalam saja sudah
membuat Menik terpuaskan secara luar biasa. Begitulah, permainan serasa
mimpi indah yang dialami Menik dalam hubungan pertama ini sudah langsung membuat Menik ketagihan kepada Pak Hendro.
“Gimana, puas nggak maen gini sama Yayah..?” tanya Pak Hendro menguji apa yang barusan dialami Menik.
“Itu sih bukan puas lagi, tapi mabok namanya.. Gimana nggak, sekali tancep tapi Aku sampe tiga kali ngeluarinnya… Yayah pinter aja ngerjain Aku…” jawab Menik mengakui apa yang didapatnya sekaligus menyatakan pujian kagumnya kepada kehebatan Pak Hendro, “Tapinya lemes banget Aku Pak..” lanjutnya sambil menyusupkan kepalanya manja-manja sayang di dada Pak Hendro.
Sejak itu Menik memang
tidak pernah sungkan-sungkan meminta kalau sedang ingin digauli ayah
angkatnya. Seperti misalnya tengah malam itu Pak Hendro terbangun agak
kaget karena dia merasakan seseorang naik berbaring di sebelahnya. Segera dia mengenali bahwa Menik yang barusan naik berbaring memunggungi di sebelahnya. Pak Hendro tersenyum mengerti bahwa Menik yang sudah
seminggu tidak digauli karena haid, sekarang rupanya sudah selesai dan
tentu sudah kepingin lagi disetubuhinya. Tanpa bertanya dia pun
mengembangkan selimutnya menutupi Menik dan berbalik merapati memeluk si
gadis dari belakang.
Betul juga, ketika sebelah
tangannya disusupi sekaligus menyingkap gaun tidurnya untuk meremasi
susunya, terasa olehnya bahwa Menik makin menempelkan pantatnya yang tidak
mengenakan celana dalam itu ke jendulan batang kemaluannya. Pak Hendro
makin menggoda, dia memindahkan tangannya merabai jendulan kemaluan
Menik dari arah belakang pantatnya. Sebentar diusap-usapnya liang
senggama yang terjepit
itu, Menik pura-pura diam saja. Begitu juga waktu Pak Hendro mulai
mencolokkan satu jarinya ke dalam jepitan itu, masih belum ada reaksi
Menik. Tapi waktu jari itu mulai digesek sambil mengorek-ngorek ada
beberapa lama terasa Menik mulai tidak tahan dan mulai menggelinjang
sambil merintih.
“Sssh udah Yaah ja-ngann pake ta-ngann…, nggak en-nakk…”
“Pake apa dong enaknya..?” bisik Pak Hendro menggoda.
“Macupinn kontol Yayahh ajaa…” jawab Menik dengan logat manja kekanak-kanakan.
Pak Hendro segera berhenti dan Menik memang tidak perlu meminta dua
kali karena jelas ayah angkatnya sudah tahu keinginannya. Terbukti Pak
Hendro sudah memasangkan guling di depannya yang langsung
dipeluk kedua kaki Menik sehingga posisi vaginanya lebih menungging,
ini dimaksudkan agar lebih mudah dimasuki pada posisi itu.
Dan sebentar kemudian dirasakannya Pak Hendro yang sudah
melorotkan celananya membebaskan kemaluannya mulai menempelkan
batangnya di depan liang kewanitaannya Menik. Baru saja bertemu kedua
kemaluan telanjang itu, Menik sudah langsung menjulurkan tangannya untuk
melakukan sendiri menggosok-gosokkan kepala kejantanan Pak Hendro di mulut lubang senggamanya. Dari caranya yang tidak
sabaran, Pak Hendro semakin yakin bahwa Menik betul-betul sedang
kepingin sekali. Dia membiarkan dulu menunggu sampai batangnya
mengencang baru kemudian dia mengambil alih lagi untuk memasukkan
batangnya itu.
Dibasahi dulu dengan
ludahnya seputar kepala batangnya, setelah itu mulai disesapkan terjepit
di mulut lubang kewanitaan Menik. Begitu terasa mulai masuk, segera
disambung dengan disogok pelan-pelan sambil menekan semakin lama semakin
dalam. Sampai di batas yang bisa
dicapai, barulah dia menunda dan kembali merapat mendekap Menik.
Menyusupkan lagi tangannya meremasi kedua susu sambil diiringi mengecupi
leher si gadis yang langsung berbalik menoleh dengan mimik wajah terlihat senang.
“Ahss… enak Yaahh..!” komentar pertama Menik.
“Udah kepengen sekali ya Nduk..?” tanya Pak Hendro tersenyum manis.
“He-ehh udah ampir seminggu nggak gini sama Yayah, Nik nggak bisa tidur Yah..!”
“Seneng ya memeknya dimasukin punya Yayah kayak gini..?”
“Ceneng Yah…, enyak diogok-ogok ontol ‘ede Yayah..” jawabnya kembali dengan logat manja kekanak-kanakannya.
“Ya udah, sekarang bobo deh sambil Yayah ogok-ogok supaya tambah pules bobonya…”
Menik membalikkan lagi kepalanya membelakangi Pak Hendro, seolah-olah mengikuti anjuran ayah angkatnya yang akan
membuatnya tidur enak dengan menyogok-nyogokkan batang kejantanan di
liang senggamanya, tapi ketika terasa batang itu mulai dimainkan keluar
masuk pelan, dia ternyata terbawa memainkan juga pinggulnya mengocok
pelan seirama gerakan Pak Hendro. Irama permainan ini tidak meningkat
hangat seperti biasanya, karena masing-masing seperti ingin bermain
berlambat-lambat dengan membatasi gerakan-gerakan mereka, tapi nikmat yang dirasa
tidak kalah enaknya dibanding biasanya. Malah permainan kalem ini
terasa lebih mengasyikkan dengan mengkonsentrasikan pada gelut kemaluan yang lebih banyak ditekan dan diputar dalam-dalam diikuti penyaluran gemas-gemas nafsu pada remasan-remasan yang mencengkeram
ketat. Begitu juga seperti ingin mencegah suaranya terlepas kendali,
Menik menutupi wajahnya dengan bantal dan menggigitnya erat-erat. Pak
Hendro memainkan terus batang keperkasaannya membuatnya bisa menyusul
Menik tepat pada waktunya. Karena ketika terasa Menik mulai berorgasme,
Pak Hendro pun tiba bersamaan di saat ejakulasinya.
Permainan selesai dan bersambung acara tidur bagi Menik, tapi Pak Hendro masih ingin merapihkan diri dulu. Dibantu Menik sendiri yang mengangkangkan
kedua kakinya lebar-lebar, Pak Hendro segera menyeka bersih bekas-bekas
cairan di lubang kemaluan Menik. Ini memang satu kebiasaan si manja yang kalau selesai sanggama dan tertumpah oleh cairan mani dia selalu malas untuk mencuci, sehingga harus Pak Hendro yang membantunya. Begitu ketika dirasa sudah bersih, barulah Pak Hendro menyusul tidur memeluki Menik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar